Pemberantasan
korupsi di negeri ini masih menuai hasil buruk. Vonis oleh hakim
terhadap koruptor masih minus ketegasan. Dunia (sistem) peradilan
Indonesia harus segera berbenah. Komitmen hakim untuk memberantas
korupsi pun masih harus kita pertanyakan lagi.
Ahmad
Ru’yat, terdakwa perkara korupsi APBD Kota Bogor divonis bebas oleh
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung. Wakil Wali Kota Non-aktif Kota
Bogor ini dituding menerima uang 122 juta saat masih menjabat sebagai
anggota DPRD tahun 2002.
Politisi
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini tidak sendirian, ada 32 mantan
anggota DPRD lainnya. Ironisnya, 32 terdakwa lain sudah masuk bui,
sedangkan Ru’yat malah dibebaskan. Ru’yat divonis bebas, Kamis
8/9/2011. Yang juga disayangkan adalah, vonis bebas tersebut malah
disambut, “pekik takbir”, demikian tulis Editorial Koran Tempo (19/09/2011).
Kasus
ini menarik kita cermati, mengingat terdakwa lainnya pada kasus yang
sama, yakni 32 anggota DPRD Kota Bogor periode 1999-2004, telah divonis
empat tahun penjara, dan denda Rp 200 juta serta diwajibkan membayar
uang pengganti Rp 120 juta oleh Pengadilan Tipikor Bandung. Bahkan,
Ru’yat juga sudah mengembalikan duit korupsi yang sempat dipakainya itu,
tanda dia juga koruptor! Tetapi mengapa vonis terhadap Ru’yat bisa
sangat berbeda? Tanya kenapa!
Soal
vonis bebas, Ru’yat bukanlah satu-satunya. Sebelumnya, Bupati Kab.
Subang Eep Hidayat dan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota
Bandung Priana Wirasaputra juga dibebaskan oleh hakim Pengadilan Tipikor
Bandung. Eep dibebaskan dari tuduhan korupsi upah pajak bumi dan
bangunan senilai Rp 14 miliar, sedangkan Priana bebas dari dakwaan
korupsi dana stimulan APBD Rp 2,5 miliar.
Satu sistem: satu rusak, semua rusak
Pengadilan
adalah salah satu bagian (sub-sistem hukum) dari sistem pemberantasan
korupsi di negeri. Pengadilan memiliki fungsi serta peran penting dalam
memberikan efek jera, melalui vonis yang setimpal
dengan perbuatan korupsi, terhadap para penjara uang rakyat.
Kepolisian, Kejaksaan, Lembaga Kemasyarakatan, dan KPK adalah salah satu
sub dari sistem itu. Semua sub-sistem ini perlu sinergis, baik dari
semangat maupun kesinambungan kinerja pemberantasan korupsi. Maksimalnya
kinerja sub-sub sistem ini adalah jaminan bahwa pemberantasan tindak
pidana korupsi itu bisa berdampak luas: jera.
Andai
ada salah satu sub-sistem penegak hukum kita yang rusak atau tidak
bekerja dengan semangat yang sama, maka kinerja sub-sistem lainnya akan
ikut terpengaruh. Kinerja lembaga penegak hukum lain, yang hendak
memberantas korupsi akan nampak tak berdampak apa-apa dan sia-sia.
Polisi, Kejaksaan atau KPK akan merasa tidak dihargai kinerjanya, kalau
vonis yang dijatuhkan hakim malah membuat koruptor bersorak-ria.
Vonis ringan bahkan bebas terhadap koruptor akan membuat lemah semangat
pemberantasan korupsi berbagai institusi lain yang sudah bekerja secara
maksimal.
Bukan
saja itu, vonis demikian juga pasti melecehkan logika hukum dan kinerja
penegak hukum (Polisi, Kejaksaan, dan KPK), serta nurani keadilan
publik. Padahal, sebagai bangsa kita sedang berkampanye untuk melawan
korupsi.
Benahi kinerja & tingkatkan komitmen hakim
Pengadilan
Tipikor Bandung adalah salah satu sub-sistem dari lembaga peradilan di
negeri ini. Baik-buruk kinerja pengadilan ini akan memberikan pengaruh
terhadap kualitas kinerja peradilan negeri ini secara keseluruhan. Untuk
itu, berbagai vonis bebas oleh hakim Pengadilan Tipikor Bandung ini
mestinya dicermati secara seksama oleh berbagai pihak, utamanya oleh
Mahkamah Agung (MA), sebab ada berbagai keganjilan di dalamnya.
MA
sebagai lembaga di atasnya harus berani menduga bahwa ada penyimpangan
atau pelanggaran kode etik oleh hakim dalam pengambilan keputusan ini.
Paling menyolok adalah uang korupsi dikembalikan dan kolega korupsi
berjamaahnya sudah masuk bui, tetapi Ru’yat malah dibebaskan hakim. Ini
tidak masuk akal!
Lebih
jauh, MA juga perlu mendorong pembenahan kinerja para hakim Pengadilan
Tipikor di berbagai daerah, juga peningkatan komitmen mereka dalam soal
pemberantasan korupsi. Ini mengingat korupsi adalah kejahatan luar
biasa, sehingga vonis terhadap pelakunya juga mestinya di luar
kebiasaan. Vonis bebas mestinya adalah haram bagi koruptor!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar