Aktivitas beberapa gunung berapi akhir-akhir ini
tentu mengisyaratkan kita sebagai manusia untuk lebih mawas diri,
bersiap, dan terus belajar untuk lebih memahami alam sekitar kita.
Sebuah contoh kecil adalah Gunung Soputan di Minahasa yang terus-menerus
membingungkan para ahli dengan aktivitasnya yang ganjil dan tak
henti-hentinya. Kemudian juga Anak Gunung Krakatau yang semakin
menunjukkan gejala aktif. Bahkan hari ini sempat menyemburkan abu sampai
ratusan meter tingginya. Semua aktivitas-aktivitas itu jangan pernah
dianggap remeh.
Menurut para ahli, suara yang paling keras yang
pernah terdengar terjadi pada tanggal 27 Agustus 1883, ketika gunung
berapi Krakatau itu mengamuk tak karu-karuan, ia meletus dengan letusan
paling hebat dalam sejarah, menewaskan tidak kurang dari 35.000-36.000
jiwa. Enam kilometer kubik campuran lahar dan debu terlontar ke udara
dan belakangan awan debunya tersebar ke seluruh dunia dan mewarnai
matahari terbenam di pelosok-pelosok dunia selama tiga tahun setelahnya.
Matahari bersinar redup selama setahun penuh. Abu yang beterbangan
bahkan terlihat jelas di langit New York Amerika. Suaranya terdengar
sampai ke Pulau Rodriquez di Samudra Pasifik yang jaraknya hampir 5.000
kilometer dari gunung itu. Pokoknya, luar biasa sangat. Tak terpikirkan.
Tak terbayangkan. Letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama
di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut, makanya ia tercatat manis
dalam sejarah pahit.
Tapi itu dulu, sekarang ini menurut saya ada dua
jenis gunung yang harus diwaspadai lebih lagi. Dua gunung yang bakalan
mempercepat kiamat seandainya mereka mengamuk, dan meletus.
Yellowstone. Yellowstone boleh saja dianggap sama seperti gunung berapi lainnya, tapi bedanya Yellowstone adalah super volcano (atau dikenal dengan super V), yang jelas-jelas lebih kuat dan lebih dahsyat dari gunung berapi biasa. Super volcano
yang ada di dunia ini banyak, tapi selama berabad-abad mereka bisa
terrsembunyi dengan aman tanpa kita ketahui. Kenapa bisa? Karena kalau
gunung berapi biasa, ujungnya mengerucut ke atas seperti bentuk
piramida, maka Super V mengerucut ke bawah (piramida terbalik). Moncongnya membenam jauh ke dasar bumi, hal mana menjadikannya sangat berbahaya.
Nah, super volvano paling besar yang sudah ditemukan adalah di taman wisata bernama Yellowstone National Park,
Wyoming Amerika Serikat. Dibawah dasar bumi yang terlihat asyik, kalem,
dan mempesona di Yellowstone National Park itu sebenarnya tersimpan
sesuatu yang maha dahsyat. Yang amat berbahaya bagi kelangsungan hidup
manusia modern. Ini disebut juga caldera. Di dalamnya tersimpan gas
gunung berapi yang sudah terkurung selama ratusan tahun, magma yang luar
biasa banyaknya, serta batu-batu gunung yang sangat keras. Tingkat
kekuatan ledakan Yellowstone diperkirakan berada pada tingkatan paling
tinggi yang paling mungkin terjadi dalam sejarah yaitu 8, atau dikenal
dengan The Highest Possible Level of Volcano Explosivity Index. Kalau ledakan itu terjadi, bukan hanya Amerika yang akan tenggelam, tapi dunia bakalan ‘kiamat’.
Pertanyaannya adalah: Akankah Yellowstone meletus?
Beberapa fakta dan data mengamini itu. Jawaban para
ahli mendukungnya. Akhir-akhir ini aktivitas Yellowstone semakin
meningkat. Bahkan Amerika memiliki sebuah badan khusus yang tugasnya
memantau aktivitas gunung ini setiap bulannya. Beberapa hasil pantaunnya
dapat dilihat di sini: http://volcanoes.usgs.gov/yvo/activity/
Ada beberapa tanda-tanda yang mulai terlihat, misalnya saja temperatur yang dimiliki danau glacial
di Yellowstone mulai meningkat. Timbunan-timbunan di dasar danau
semakin bertambah besar. Ventilasi hawa panas disepanjang Norris Geyser
rupa-rupanya juga mengakibatkan temperatur tanah dataran sekitar situ
meningkat sangat signifikan.
Pada bulan Oktober 2011 lalu, sebuah badan kerja sama yang terdiri dari badan pemantau Super V Yellowstone yaitu The Yellowstone Volcano Observatory (YVO) dan lembaga survey geologi Amerika, dikenal dengan nama The U.S. Geological Survey (USGS),
sudah mencatat begitu banyak aktivitas gempa di National Park itu.
Tercatat sekitar 27 gempa telah terjadi. Bulan sebelumnya (September
2011) bahkan lebih banyak lagi yaitu 45 kali gempa. Pada bulan Juli
terjadi aktivitas gempa 50-an kali. Ini jelas menandakan keaktifan
Yellowstone semakin menampak. Memang letusan Yellowstone yang paling
akhir terjadi sekitar 70.000 tahun lalu. Tapi kapan ia akan kembali
meletus? Masih tanda tanya.
Anak yang terlahir ini bukanlah anak haram. Ia memang lahir setelah orang tuanya lenyap. Tepatnya 40 tahun setelah kepergian Induk Krakatau yang meletus mahadahsyat, lalu kemudian melahirkan anak yang terus bertumbuh besar. Hari lahirnya tercatat resmi pada tahun 1927. Munculnya gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut tentu menimbulkan rasa was-was yang sama. Akankah ia akan se-ganas dan se-dahsyat leluhurnya?
Faktanya, tiap tahun ia bertumbuh dan bertambah tinggi. Melalui kalkulasi maka para ahli menyimpulkan bahwa kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 20 inci per bulan. Oleh karena itu diketahuilah berapa penambahan tinggi setiap tahunnya. Saat ini, ketinggian Anak Krakatau sudah mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara induknya yaitu Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.
Kita mungkin trauma dan takut dengan peristiwa sejarah kelam meletusnya Gunung Krakatau. Betapa banyak jiwa menjadi korban dari amukan gunung yang sungguh luar biasa itu. Dan betapa kita tak bisa mencegah sebuah gunung untuk supaya tidak meletus. Menurut sorang ahli bernama Simon Winchester, bahwa realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang aneh akan memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Tapi ia diperkirakan akan mengikuti jejak induknya. Beberapa ahli geologi memprediksi letusan ini akan terjadi antara tahun 2015-2083.
Tapi ada beberapa pakar lainnya yang menyatakan
bahwa tidak ada teori yang masuk akal tentang Anak Krakatau yang akan
kembali meletus dalam waktu dekat ini. Tapi mereka menegaskan, kalau
sampai ia meletus. Andaikata ia benar-benar meletus setelah
tingginya melampaui induknya, jelas sekali angka korban yang ditimbulkan
akan lebih dahsyat dari letusan induknya. Lalu kapan ia akan
meletus dan mempercepat kiamat? Tidak ada yang tahu. Kita hanya mampu
menganalisa dan mempridiksi kekuatan alam, tapi hanya Tuhan yang maha
mengetahui.
Seandainya Super V-Yellowstone dan Anak Krakatau meletus, batu-batu luar biasa besar, lava panas, kumpulan magma dan semua isi perut gunung akan terlontar ke udara dengan kecepatan supersonic. Kota-kota disekitarnya terancam bahaya besar. Pada tingkat berikutnya adalah racun-racun radioaktif yang berhamburan jatuh dari angkasa. Awan abu beterbangan di atas benua-benua, menghentikan semua jadwal penerbangan yang ada, menurut estimasi bisa selama 3-5 tahun. Awan abu itu juga akan menutup sinar matahari. Akibatnya? Sungguh mengerikan, karena tertutupnya sinar matahari menyebabkan menurunnya temperatur udara dan sangat mungkin diikuti oleh apa yang dikenal sebagai “nuclear winter” (hujan nuklir). Tidak ada penerbangan, tidak ada satelit, tidak ada hubungan radio apapun, dan hujan radioaktif semakin memperparah keadaan. Teknologi menjadi putus bahkan mati sama sekali, tentu ini menyisahkan pertanyaan maha penting: Tanpa teknologi, bagaimana nasib generasi sesudah letusan itu?
Gambaran mahadahsyat tentang letusan luar biasa,
yang tentunya akan membuat umat manusia, kalaupun tidak punah seluruhnya
akan mengalami masa-masa sulit, dimana hidup yang manusia rasakan saat
ini berubah total dan drastis. Sangat mungkin mendekati jaman ketika
teknologi belum ditemukan, sementara sakit penyakit terus mewabah luas
dan dengan intesitas amat tinggi. Semoga saja ini tidak terjadi pada
generasi kita, dan generasi anak cucu kita. Tapi satu hal yang pasti
kita harus lebih peka dan lebih menyayangi bukan saja terhadap sesama
kita manusia, tapi juga terhadap bumi dan alam dimana kita menumpang
tinggal ini.
Data Sources: YVO, USGS, Mountain activity.
Michael Sendow
Sumber: http://green.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar