Korupsi (bahasa latin : corruptio dari kata kerja corrumpere bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalikkan, menyogok). Secara harfiah korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. ( Wikipedia Bahasa Indonesia).
Dalam kontek yang lebih kecil dalam kehidupan di desa pun tidak jauh dari korupsi yang dilakukan oleh Aparatur pemerintah desa, lembaga-lembaga desa dan masyarakat. Kalau dari sisi desa saja terjadi korupsi yang maha dahsyat tentu akan memberikan warna bagi negeri ini. Upaya pemberantasan korupsi sangat sulit karena telah Bersama-sama dalam melakukan tindakan korupsi tersebut. Melawan arus tersebut hanya akan mati konyol ketika kita akan menjadi Pahlawan dalam pemberantasan korupsi di desa.
Sebagai ilustrasi singkat dalam pemerintahan desa setiap tahunnya mendapatkan alokasi dana desa (ADD) sekitar 130juta pertahun. Hasil pengamatan dalam memfasilitasi pemberdayaan masyarakat di perdesaan Bahwa ADD tersebut ada alokasi untuk pembangunan prasarana sekitar 20juta dan untuk pembangunan ekonomi 10 juta. Hampir 3 tahun saya mengamati kenapa Alokasi dana yang begitu besar dari ADD untuk pembangunan prasarana dan pembangunan ekonomi hampir tidak ada realisasinya dilapangan.
Untuk pembangunan prasarana sebesar 20 juta ketika ditelusuri ternyata hampir di korup dan dibagi rata ke dusun-dusun untuk pembangunan prasarana ternyata hampir realisasinya kok tidak ada kalopun ada paling cuma berapa kubik batu pecah untuk pembangunan jalan.
Untuk Pembangunan ekonomi yang dialokasikan 10juta pertahun biasanya untuk bumdes (simpanpinjam) ternyata hanya menjadi bancakan para pejabat desa (aparatur desa beserta konco-konconya) dan tidak ada perkembangannya dari kegiatan itu. Dana 10 juta menguap begitu saja tidak ada pertanggungjawabannya ketika akhir tahun.
Dari gambaran singkat tersebut tentu timbul pertanyaan kenapa Korupsi begitu membudaya dan susah untuk diberantas ????
Hanya satu Jawabannya : Karena Korupsi dilakukan secara Bersama-sama.
Melakukan tindakan korupsi ternyata dilakukan oleh semua elemen baik dari pemerintah baik dari jajaran pemerintah daerah, kecamatan dan desa, lembaga-lembaga desa seperti BPD, LPMD, dst.
Pemerintah Daerah melalui Bawasda setiap awal tahun melakukan audit tetapi hampir belum pernah ada temuan padahal untuk prasarana dengan anggaran sebesar 20 juta tidak ada realisasinya dilapangan hanya ada administrasi laporan pertanggungjawaban dan ternyata tidak pernah cek lakosi kegiatan. Ketika ada audit dari bawasda para kepala desa dan kepala uptd sibuk ngumpulin uang untuk akomodasi (sogokan/suap).
Pemerintah Kecamatan mendapatkan hasil dari jasa untuk pengajuan ADD ke pemerintah daerah. Karena merasa membantu mendapatkan pencairan ADD maka setiap pencairan ADD kepala desa sudah mengalokasikan untuk kecamatan.
Aparatur desa mulai kades, sekdes, kaur-kaur dan kepala dusun beserta BPD dan LPMD jelas merasakan nikmatnya setiap pencairan ADD. Alokasi untuk pembangunan prasarana dan ekonomi tidak jauh dari mereka ini yang mengemplang dana ADD itu.
Pengawasan masyarakat sangat sulit diharapkan karena mendapatkan alokasi pembinaan untuk PKK, Karangtaruna, Kaderposyandu, Guru ngaji, RT, semua menikmati ADD tersebut. Maka sangat sulit mengharapkan masyarakat melalui para pengurus atau tokohnya protes walaupun tahu dan menyaksikan terjadinya korupsi dilingkungan pemerintahan desa.
Setelah ADD cair di desa tidak sedikit para “wartawan” dari berbagai media yang datang “silaturohmi” ke kantor desa.
Potret buram penyelenggaraan pemerintahan desa di daerah yang jauh dari kota kabupaten. Walaupun tahu terjadi korupsi akan aman-aman saja karena sudah dilakukan secara bersama-sama. Mencoba teriak korupsi dalam pemerintahan desa hanya akan mejadi Pahlawan kesiangan yang akan dimusuhi oleh semua unsur pemerintah dan masyarakat. Melaporkan terjadinya korupsi ??? mungkin hanya akan mati konyol saja, Korupsi sudah menjadi Lingkaran setan yang sulit untuk diberantas dan mengganti pejabat desa seperti pemilihan kepala desa, walaupun kepala desa yang terpilih adalah orang yang kredibilitasnya baik tetapi ketika masuk kedalam sistem menjadi tidak berdaya juga.
Putus asa kah kita…
Oh tidak…Masih ada harapan untuk memperbaikinya.
Melalui Pemberdayaan Masyarakat….!!!!!!
Thedjo aza
Sumber: kompasina.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar