Kamis, 07 Oktober 2010
Ilmu Tangguh Sebilah Keris
Ilmu tangguh adalah pengetahuan (kawruh) untuk memperkirakan jaman pembuatan keris, dengan cara meneliti ciri khas atau gaya pada rancang bangun keris, jenis besi keris dan pamornya.
Dalam catatan kuno, dituliskan ciri-ciri secara tertulis. Notasi itu meyakini akan adanya sebuah gaya atau langgam dari setiap kerajaan. Artinya pada jaman Majapahit diyakini kerisnya memiliki beberapa ciri gaya atau langgam yang seragam. Begitu pula jaman kerajaan Mataram dan seterusnya jaman kerajaan Surakarta Hadiningrat diyakini memiliki gayanya masing-masing.
Keyakinan terhadap bahan besi dan pamor juga menjadi panduan dalam ilmu tangguh ini.
Adapun pembagian tahapan-tahapan zaman itu adalah sebagai berikut:
1. Kuno
(Budho) tahun 125 M – 1125 M
meliputi kerajaan-kerajaan: Purwacarita, Medang Siwanda, Medang Kamulan, Tulisan, Gilingwesi, Mamenang, Pengging Witaradya, Kahuripan dan Kediri.
2. Madyo Kuno
(Kuno Pertengahan) tahun 1126 M – 1250 M.
Meliputi kerajaan-kerajaan : Jenggala, Kediri, Pajajaran dan Cirebon.
3. Sepuh Tengah
(Tua Pertengahan) tahun 1251 M – 1459 M
Meliputi Kerajaan-kerajaan : Jenggala, Kediri, Tuban, Madura, Majapahit dan Blambangan.
4. Tengahan
(Pertengahan) tahun 1460 M – 1613 M
Meliputi Kerajaan-kerajaan : Demak, Pajang, Madiun, dan Mataram
5. Nom
(Muda) tahun 1614 M – 1945
Meliputi Kerajaan-kerajaan : Kartasura dan Surakarta.
6. Kamardikan 1945 hingga seterusnya.
Adalah keris yang diciptakan setelah Indonesia merdeka, 1945.
Pada waktu itu pun raja di Surakarta Hadiningrat ke XII mendapat julukan Sinuhun Hamardika. Keris yang diciptakan pada era ini masuk dalam penggolongan keris kamardikan.
Tangguh merupakan seni yang digandrungi oleh komunitas pecinta keris, karena disini terletak suatu seni dalam nilai kemampuan; semacam uji kemampuan dari sesama penggemar keris. Tangguh juga menjadi sebuah nilai pada harga sebilah keris ... sesuai trend yang ada dari masa ke masa.
Tangguh dalam kamus bahasa Jawa (S. Prawiroatmodjo) diartikan sebagai ’boleh dipercaya’, ’tenggang’, ’waktu yang baik’, ’sangka’, ’persangkaan’, ’gaya’, ’lembaga’, ’macam’ (keris).
Namun demikian, tuntutan modernitas dan keinginan yang kritis (sisi ilmiah) masa kini, tangguh dituntut menjadi pasti (exact), artinya ilmu tangguh akan bergeser menyesuaikan jaman untuk dapat melengkapi salah satu kriteria dalam melakukan sertifikasi sebilah keris. Tuntutan ini adalah hal yang realistik karena generasi muda tak lagi menyanjung ’sesepuh’ yang belum tentu memiliki wawasan yang benar. Penyanjungan sesepuh adalah ciri etnografis dari budaya paternalistik dalam sub kultur Jawa (Nusantara). Namun demikian ’ilmu tangguh’ harus tetap dipertahankan keberadaannya, kepercayaan pada sesepuh akan bergeser pada sertifikasi suatu badan bahkan mungkin institusional berskala nasional.
Dalam sisi pandang yang kritikal pada abad modern ini, tangguh menjadi sebuah rangsangan baru untuk meneliti secara lebih pasti, betul dan tepat (exact) menentukan sebilah tangguh keris. Maka tingkat pengetahuan yang tertuang pada masa dulu melalui catatan, buku dan naskah kuno menjadi sebuah catatan yang masih kurang memenuhi hasrat keingin-tahuan perkerisan pada saat sekarang. Catatan atau buku kuno tidak melampirkan contoh sketsa atau foto apa yang dimaksudkan pada uraiannya. Tulisan kuno tentang tangguh juga belum bisa menjamin si penulis adalah orang mengetahui keris, bisa jadi penulis adalah seorang pujangga yang menulis secara puitis, karena waktu itu memang tidak memiliki target bahwa tulisannya akan menjadi sebuah kawruh yang meningkat menjadi ilmu seni menangguh.
Ilmu tangguh sering menjadi sebuah polemik, karena terkendala oleh banyak hal, antara lain; kendala wawasan, kendala tempat (domisili atau keberadaan), kendala oleh narasumber yang sebetulnya berskala lokal, kendala oleh karena minat atau selera pada jenis keris dan banyak sekali hal-hal yang memancing perdebatan.
Salah satu cara untuk membangun sebuah ”ilmu tangguh” yang representatif tentu harus melakukan pendataan dan penelitian ulang, salah satunya adalah dengan meneliti penyesuaian antara keris penemuan (artefak) dengan situsnya (geografis); meneliti dan mengkaji ulang catatan kuno dan memperbandingkannya satu buku dengan buku yang lain. Saat ini pun di perpustakaan keraton masih banyak sumber yang dapat menjadi referensi, baik buku-buku bahkan contoh keris berserta kekancingannya.
Dibawah ini ciri-ciri sebuah keris dan tangguhnya :
Jenggala
Ganja pendek, wadidangnya tegak, ada-ada seperti punggung sapi, besi padat-halus dan hitam pekat, pamor seperti rambut putih dan sogokan tanpa pamor.
Pajajaran
Ganja ambatok mengkurep, berbulu lembut, sirah cecak panjang, besi berserat dan kering, potongan bilah ramping, pamor seperti lemak/gajih, blumbangan atau pejetan lebar, sogokan agak lebar dan pendek.
Majapahit
Potongan bilah agak kecil/ramping, ganja sebit rontal kecil luwes, sirah cecak pendek dan meruncing, odo-odo tajam, besi berat dan hitam. Pamor ngrambut berserat panjang-panjang. Pasikutan keris Wingit.
Tuban
Ganja berbentuk tinggi – berbulu, sirah cecak tumpul, pamor menyebar, potongan bilah cembung dan lebar.
Bali
Ukuran bilah besar dan panjang, lebih besar dari ukuran keris jawa, besi berkilau, pamor besar halus dan berkilau.
Madura Tua
Besi kasar dan berat, sekar kacang tumpul dan pamor besar-besar/agal
Mataram
Bentuk ganja seperti cecak menangkap mangsa, sogokan berpamor penuh, sekar kacang seperti gelung wayang, pamor tampak kokoh, dan atas puyuan timbul/menyembul (ujung sogokan)
Kartosura
Besi agak kasar, bila ditimang agak berat, bilah lebih gemuk, ganja berkepala cicak yang meruncing
Surakarta
Bilah seperti daun singkong, besi halus, pamor menyebar, puyuan meruncing, gulu meled pada ganja pendek, odo-odo dan bagian lainnya tampak manis dan luwes.
Yogyakarta
Ganja menggantung, besi halus dan berat, pamor menyebar penuh keseluruh bagian bilah.
Catatan diatas hanya sebagai contoh penulisan kriteria tangguh, yang tentu seharusnya disertai contoh barangnya berupa foto, sketsa atau blad. Maka hal yang sebenarnya ilmu tangguh memang masih perlu disempurnakan.
(catatan ini diambil dari beberapa notasi diantaranya dari Forum Diskusi Keris Yahoo Grup)
Jejuluk : Kyai Sangkara
Koleksi : Jimmy H.E.W
Dhapur : Panimbal
Pamor : Wengkon Isen atau masuk pula Ngulit Semangka
Warangka : Sandang Walikat
Spesifikasi tangguh keris ini bisa tergolong : Tangguh Tuban namun bisa pula tergolong Madura tua tergantung berpijak dari sisi mana menentukannya. Teknik dan pelipatan pamor masuk dalam tangguh Tuban, sementara corak yang unpredictable pamornya membentuk jenis-jenis pamor yang sering dibuat oleh empu Madura abad 16-an.
Sumber: budayaleluhur.blogspot.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
welleh2...mas anung suka juga sama keris,ya...kalo saya ingat keris,ingat kethoprak doang...
BalasHapusya bro....
BalasHapusaku baru menyadari betapa "dahsyat" nya KERIS barusan 1 taunan ini... betapa agung dan indahnya warisan eluhur kita tsb, bahkan sdh diakui sebg sebuah warisan budaya dunia oleh UNESCO...
dan aku juga sdh mulai belajar ttg keris, mulai mengoleksinya sedikit demi sedikit...
mencintai keris bukan berarti percaya sama klenik, tapi bagike mencintai "nilai seni" nya sangat tinggi, apalagi keris yg sdh berumur tua, bahkan ratusan taun...
dan aku akui bahwa keris adl sebuah warisan bangsa kita (jawa) yg sangat adiluhung!!!!
lain kali bisakah di jelaskan disertai gambar mas anung?mergi rodo susah nek tanpa gambar detail, kayak contoh tangguh majapahit tu ini...mataram ini...dst
BalasHapusmemang, keris itu budaya nenek moyang kita yg mantap. sayangnya dimata masyarakat udah terbentuk bahwa punya keris/cari keris akan dihubungkan dengan klenik. bahkan saya berniat koleksi keris t0p ya terbentur dengan omongan masyarakat...arep ndukun tah...??arep go ngguna-ngguna sopo??dll.
jadi saya bila beli keris harus mgumpat-ngumpet.
trimakasih bt mas anung yg udah membeberkan info2 khususnya tentang keris
sangat membantu banget...koleksi foto kerisnya tolong di perbanyak biar bisa lebih tau dan mengerti matur nuwon
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus