Pelajaran Seks dalam Budaya Jawa di Serat NITIMANI
AJARAN SEKS DALAM SERAT NITIMANI
Oleh Mas Kumitir          Dalam budaya Jawa norma serta  aturan dalam melakukan hubungan seksual diturankan oleh orang Jawa  melalui ajaran kepada keturunannya baik dalam betuk lisan atau tertulis.  Dalam bentuk tertulis ajaran tersebut tertuang dalam karya sastra yang  telah ada sejak zaman dulu. Karya-karya sastra yang mengangkat tema  asmaragama antara lain :
-  Serat Gatholoco.
-  Serat Damogandhul.
-  Suluk Tambangraras (Serat Centhini).
-  Serat Nitimani.
 Dalam  budaya Jawa diajarkan bahwa untuk menghasilkan sesuatu yang baik maka  proses awal penciptaan juga harus baik dan dengan restu Tuhan sebagai  Sang Maha pencipta. Demikian pula dengan proses hubungan seksual yang  tujuan utamanya adalah menghasilkan keturunan. Untuk mendapatkan  keturunan yang baik dalam segala hal, kehadirannya di sunia ini haruslah  melalui niat awal yang baik serta proses hubungan seksual yang benar  dan tepat. Untuk dapat berhubungan seksual dengan baik maka dibutuhkan  pengetahuan mengenai segala hal tentang seks. Pengetahuan mengenai  hubungan seksual sangat dibutuhkan karena akan berhubungan dengan  kehidupan selanjutnya. Jika prosesnya sudah salah, maka akibat yang  ditimbulkan akan buruk, bukan hanya bagi anak yang dihasilkan tetapi  bagi keseimbangan serta keselarasan kehidupan ini. Kesalahan dalam  proses berhubungan seksual dalam budaya Jawa dikenal dengan istilah kama salah. Maka untuk mencegah terjadinya kama salah manusia harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai tata cara hubungan seksual.
Dalam  budaya Jawa diajarkan bahwa untuk menghasilkan sesuatu yang baik maka  proses awal penciptaan juga harus baik dan dengan restu Tuhan sebagai  Sang Maha pencipta. Demikian pula dengan proses hubungan seksual yang  tujuan utamanya adalah menghasilkan keturunan. Untuk mendapatkan  keturunan yang baik dalam segala hal, kehadirannya di sunia ini haruslah  melalui niat awal yang baik serta proses hubungan seksual yang benar  dan tepat. Untuk dapat berhubungan seksual dengan baik maka dibutuhkan  pengetahuan mengenai segala hal tentang seks. Pengetahuan mengenai  hubungan seksual sangat dibutuhkan karena akan berhubungan dengan  kehidupan selanjutnya. Jika prosesnya sudah salah, maka akibat yang  ditimbulkan akan buruk, bukan hanya bagi anak yang dihasilkan tetapi  bagi keseimbangan serta keselarasan kehidupan ini. Kesalahan dalam  proses berhubungan seksual dalam budaya Jawa dikenal dengan istilah kama salah. Maka untuk mencegah terjadinya kama salah manusia harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai tata cara hubungan seksual.
Dengan pengetahuan yang memadai maka  diharapkan orang dapat berpikir lebih jauh mengenai hubungan seksual  sehingga tidak melakukannya dengan sembarangan karena akibatnya sangat  fatal bagi keberlangsungan hidup umat manusia dan keselarahan  hubungannya dengan alam sekitar tempat manusia hidup. Akibat yang fatal  tersebut muncul pada keadaan masyarakat sekarang dimana banyak orang  mulai melakukan hubungan seks tanpa mengindahkan norma serta etika yang  berakibat pada munculya masalah-masalah dalam kehidupan masyarakat  sepeti pemerkosaan, semakin banyak anak-anak terlantar hingga terjadinya  peningkatan kriminalitas.
Dalam kasanah budaya Jawa terdapat  ajaran atau pedoman moral, nilai dan kaidah bagaimana cara melakukan  hubungan seks yang benar dan tepat, sebagaimana  dalam Serat Nitimani berikut cuplikan-cuplikan yang berkaitan dengan Ajaran dimaksud :
 
Lamun tandhing, marsudya ing tyas ening, namrih ering, kang supadi tan kajungking. (pupuh 2)
Apabila sedang bertanding, usahakanlah hati tetap hening, agar konsentrasi tetap terjaga, supaya tidak terkalahkan.
Yang dimaksud dengan “bertanding” dalam hal ini adalah analogi dari persetubuhan.
Yen sembrana, den prayitna sampun lena, lamun ina, sayek amanggih weda. (pupuh 2)
Apabila ceroboh, waspadalah jangan sampai lengah, sungguh sangat menyakitkan.
Kata ceroboh maksudnya adalah dalam  konteks persetubuhan agar tetap waspada di dalam melakukan hubungan  seksual sehingga tidak mengalami hal-hal yang tidak diharapkan.
Lamun cuwa, sampun kawiscareng netya, wrananana, ing suka dhanganing karsa, kang supadya, datan manggih dirgama. (pupuh 2)
Apabila tidak puas, janganlah terlihat di wajah, tutupilah, dengan wajah yang ceria, agar supaya, tidak mendapat kesulitan.
Tidak puas yang dimaksud disini, masih  dalam konteks hubungan seksual yaitu keadaan dimana salah satu pihak  belum mencapai titik kepuasan atau orgasme.
Lamun gela, jroning nala sampu daga, sengadiya, langkung condong ing wardaya, pamrihira, kang pinanduk tan legawa. (pupuh 2)
Apabila kecewa, janganlah membrontak  dalam hati, niatilah, untuk lebih berlapang dada, dengan harapan, agar  ketidakpuasan tidak berlarut-larut.
Kecewa dalam ungkapan ini masih dalam konteks hubungan seksual dan tidak mencapai kepuasan.
Lamun lingsem, ing gunem aja katingkem, lamun amem, yekti katara ing klecem. (pupuh 2)
Apabila terjerat rasa malu, janganlah membisu, karena bila berdiam diri, niscaya akan terlihat di wajah.
Ketika seorang laki-laki mengalami  kegagalan di dalam berhubungan seksual karena hal-hal tertentu, maka  disitulah dia akan merasa sangat malu.
Lamun harda, sampun dadra murang krama, mrih widada, pakartine kang utama. (pupuh 2)
Apa bila punya keinginan, janganlah lepas kendali menerjang etika, agar selamat, utamakanlah sikap luhur.
Keinginan maksudnya adalah dalam hal  ingin melakukan hubungan seksual maka jangan sampai lepas kendali, harus  tetap memperhatikan etika.
Yen anglaras, penggagas aja sampun kabrangas, dimen awas, ing pamawas datan tiwas. (pupuh 2)
Jika sedang menikmati sesuatu, janganlah kesadaran terlena, agar tetap siaga, kewaspadaan tak akan tiwas.
Maksudnya adalah jika sedang berada  dalam kenikmatan berhubungan seksual, kewaspadaan dan kesadaran diri  haruslah tetap dijaga, supaya tidak menemui tiwas atau maut.
Yen cecegah, den betah gonira ngampah, nganggah-anggah, yeku pakarti luamah. (pupuh 2)
Selama mengendalikan diri, bersabarlah menahan hawa nafsu, lepas diri tanpa kendali, merupakan prilaku serakah.
Orang harus belajar mengendalikan  nafsunya (nafsu dalam konteks ini adalah nafsu birahi) agar tidak  kelepasan sehingga menyebabkan sesuatu yang tidak baik.
Wanita punika, upami papan badhe pandhedhering wiji, saestunipun kedah milih ingkang prayogi. (pupuh 3)
Peranan wanita itu ibarat lahan untuk menabur benih, sehingga haruslah memilih lahan yang bagus.
Dalam melakukan hubungan seksual, maka  haruslah dicamkam bahwa hasil dari perbuatan itu adalah adanya seuatu  mahkluk baru sehingga tidak boleh dilakukan sembarangan dan  pasanganyapun harus dipilih baik-baik.
Para  sujanma priya yen badhe amilih dhateng wanodya, kaagem pantesing pala  krami, anyeplesana dhateng suraosing tetembungan tiga : bobot, bebet,  bibit. (pupuh 3)
Kaum Pria yang bermaksud memilih sorang wanita untuk dinikahi, hendaknya memperhatikan tiga hal : bobot, bebet, bibit.
Untuk mempersiapkan keturunan yang  baik, maka harus juga dicari pasangan (wanita) yang baik dan memenuhi  criteria-kriteria tertentu. Dalam budaya Jawa, ada tiga hal paling  penting yang harus diperhatikan yaitu ; bibit, bebet, dan bobot.
Ingkang rumiyin tembung bobot, pikajengipun amiliha wanita ingkang asli. (pupuh 3)
Pertama kata bobot, maksudnya pilihlah wanita sejati.
Wanita, ingkang badhe kapendhet wau amiliha darah ing supudya…. (pupuh 3)
Wanita yang kita pilih hendaklah seorang wanita yang memiliki garis keturunan orang-orang terpilih…..
….  Pramila anitik sarasilah darajatin bapa, ing sapanginggil, gerbanipun,  sinten manungsa ingkang winahyu, sayekti awit saking rahayuning batos,  dene rahayuning batos punika terkadang kapinujon, asring pinareng tumus  mahanani dhateng wewatekaning atmajanipun. (pupuh 3)
…. sehingga cara paling mudah ditempuh  adalah dengan melihat garis silsilah leluhur sang ayah, karena wahyu  cenderung jatuh pada orang-orang yang memiliki keseimbangan batin, dan  keseimbangan olah batin tersebut biasanya mampu menurun pada sang anak.
Ing  sapunika kula dumugekaken tembung bibit, pikajengipun, tumrap dhateng  wanita ingkang badhe kapendet wau, amiliha ingkang sae warninipun saha  ingkang kathah kasagedanipun. (pupuh 3)
Sekarang sampai pada istilah bibit,  maksudnya, wanita yang akan dipilih, hendaklah yang rupawan sekaligus  memiliki banyak ketrampilan.
….  Kadosta manising ulat, indah ayuning warni, dhemes prigeling solah,  punika among kangge minangka sarana amemalat dhateng thukuling  sesenenganipun para priya, pramila lajeng wonten pralambang tembung  paribasan : “bebukaning pala krami dudu banda dudu rupa amung ati  pawitane”, tegesipun dudu banda punika sanes kasugihanipun raja brana,  dudu rupa tegesipun sanes ayu indahing warni, ingkang binasdakaken  condong utawi jodho. (pupuh 3)
…. kecancitan fisik seringkali hanya  didudukkan sebagai wahana kepuasan kaum laki-laki, oleh karena itu ada  peribahasa : “bebukaning pala krami dudu banda dudu rupa amung ati  pawitane”, (permulaan pernikahan bukan harta benda dan rupa, hanyalah  hati sebagai titik awal keberangkatan). Yang dimaksud bukan harta adalah  bukan kekayaan, sedangkan bukan rupa adalah bukan kecantikan wajah,  yang kemudian disebut sebagai jodoh.
Untuk mengesahkan suatu hubungan  seksual, maka pasangan haruslah melewati tahap pernikahan. Pernikahan  tersebut menyatukan dua pribadi yaitu laki-laki dan wanita dalam ikatan  yang abadi. Supaya tidak mengalami penyesalan, maka pernikahan haruslah  didasari dengan hati sesuai dengan peribahasa tersebut, meskipun ada  faktor-faktor lain yang juga harus menjadi bahan pertimbangan.
Punika  amung dumunung wonten seneng parenging panggalih, runtut utawi rujuk  kalih-kalihipun, temahan sami angrumentah ing bapak kaliyan anak, dene  panganggepe bapa binasakaken kencana wingka, pikajengipun tembung  makaten wau tur kawujudanipun warni wingka, katon warni kencana. (pupuh  3)
Hal itu  hanyalah terdapat pada  kecocokan hati, kesesuaian dan keharmonisan antara keduanya, hingga  kemudian menumbuhkan kasih sayang antara ayah dan anak, sayang ayah  lantas mengiaskan sebagai kencana wingka, maksud dari ungkapan tersebut  adalah meskipun kenyataan wujudnya berupa wingka (loyang) namun tampak  seperti kencana (emas).
Dalam memandang pasangan hidupnya,  perlulah diingat ungkapan kencana wingka. Walaupun wujudnya hanyalah  loyang, akan tetapi tampak seperti emas. Jadi meskipun pasangan hidup  tidaklah mempunyai rupa yang sempurna, akan tetapi haruslah bisa dilihat  kecantikan yang terpencar dari hatinya.
 
Pala  krami punika terang yen gumantung wonten ing kasenenganing priya  pyambak-piyambak, dene kasenengan wau boten kenging katemtokaken,  liripun makaten kadosta indah ayuning warna boten temtu ndadosaken  kasenenganing priya. (pupuh 3)
Perkawinan itu hanyalah berdasarkan  kesenangan pribadi kaum lelaki masing-masing, sedangkan rasa sukanya  tidak dapat ditentukan, artinya kecantikan wajah ternyata belum tentu  menimbulkan rasa cinta kaum priya.
Perkawinan merupakan atau ikatan yang  sakral, sehingga untuk melaksanakannya harus dicari pasangan yang  benar-benar tepat. Artinya, tidak bisa dilihat hanya dari fisiknya saja.
 
Supados  angatos-atos ing pamilihipun, karana menggah dununging wanita punika  tumrapipun dhateng priya, binasakaken amung, swarga nunut liripun  makaten yen pinuju saged mimbuhi dhateng seneng tuwin asringing  prajanipun, yen pinuju lepat ing pamililipun mangka angsal wanita  ingkang ambeg durta, tegesipun pawestri ingkang awon kelakuwanipun  punika badhe saged narik damel sangsaraning priya. (pupuh 3)
Berhati-hatilah dalam memilih, sebab  kedudukan wanita bagi kaum priya diibaratkan swarga nunut maksudnya  adalah tatkala hidupnya diliputi kebahagian, posisi wanita seolah hanya  sebagai pelengkap hiasan kebahagiaan tersebut, sedangkan bila sang priya  salah memilih, artinya  wanita yang didapat bukan tergolong wanita  baik, maka akan menimbulkan kesengsaraan bagi si pria itu sendiri.
Bagian ini adalah sikap manusia Jawa  dalam hal kedudukan wanita bagi kaum pria dalam hal rumah tangga  (termasuk didalamnya urusan hubungan seksual) yaitu diibaratkat swarga  nunut neraka katut yaitu jika suami memberikan hal-hal yang baik maka  sang wanita juga pasti akan menikmati segala hal yang baik juga.
 
Pramila  saderengipun kapendhet garwa sasaged-saged kapratitisna ing  pamilihipun, awit bilih sampun kalajeng rumentah ing sih kawelasan tuwin  katresnan, saestu awrat ing pambiratipun, temahan badhe ngengetaken  dhateng tumempuhing kasangsaran. (pupuh 3)
Oleh karena itu sebelum menentukan  pilihan terhadap pasangan hidup hendaklah berhati-hati dalam memilih,  karena bila terlanjur maka cukup sulit mengatasinya, akhirnya malah  sering menimbulkan ketidakbahagiaan.
Jika ingin berhubungan seksual,  alangkah baiknya jika pasangan sudah terikat dalam ikatan pernikahan,  dan karena sifatnya yang sakral maka diharapkan jangan sampai salah  memilih serta berhati-hatilah karena dampaknya sangat besar bagi  kelanjutan kehidupan.
 
….  wanodya ingkang indah ing warni, sarta pantes ing solah bawa lan ambeg  tepa ing rasa, tuwin dana ing tepa utawi ingkang temen tobatipun rila  dhateng ing atasing kasaenan, sabab kalakuwaning wanodya ingkang mekaten  wau watak lajeng kasaenan sarta kinurmatan ingkang kakung, awit  pambekaning wanita ingkang makaten punika angrabasa dhateng bedudhening  priya ingkang lajeng saged nukulaken dumateng rumentahing kawelasan  tuwin katresnan. (pupuh 3)
…. wanita yang cantik baik lahir maupun  batin, wanita yang demikianlah yang dihormati oleh setiap laki-laki.  Seorang wanita dengan modal kecantikan lahir batin sesungguhnya akan  mampu meruntuhkan dinding hati laki-laki yang ada di hadapannya akan  bertekuk lutut menyerahkan segenap cinta dan kasih sayangnya.
Buadaya Jawa memandang tinggi posisi  wanita. Ada suatu sikap dalam hal memandang soerang wanita yaitu dari  kecantikannya, bukan hanya dari segi fisik tetapi juga dari kecantikan  hatinya (cantik lahir dan batin), dan wanita yang memiliki kecantikan  lahir dan batin itulah yang menjadi istri dambaan setiap pria untuk  menjadi pasangan hidupnya.
 
Tepa  ing rasa (rasa tepa) punika pikajengipun sageda sumingkir saking lumuh  tuwin rikuh ing liyan, sabab yen boten kadunungan tepa ing rasa (rasa  tepa) wau sok ngawontenaken watak iren tuwin meren, ingkang pandukipun  lajeng direngki. (pupuh 3)
Tepa ing rasa maksudnya mampu  menghindarkan diri dari sikap benci terhadap orang lain, karena jika  tidak memiliki sifat tersebut terkadang menimbulkan watak iri yang  ujungnya adalah kedengkian.
Dalam konteks pengajaran mengenai seks,  hal yang paling penling utama untuk diperhatikan adalah bagaimana cara  memilih qwanita yang baik agar kehidupan rumag tangga beserta seluruh  aspek didalamnya dapat berjalan dengan lancar. Oleh sebab itu ada  beberapa ciri-ciri wanita yang ideal sebagai pasangan agar tujuan  hidupnya dapat tercapai.
 
Dana  ing tepa, punika pikajengipun sageda sumingkir saking panyaru tuwin  panyikuning liyan, sabab yen boten kadunungan dana ing tepa wau, asring  ngawontenaken watak : dahwen tuwin salah open ingkang pandukipun lajeng  dados srei. (pupuh 3) 
Dana ing tepa, artinya mampu menjauhkan  diri dari hasrat menyakiti serta menyengsarakan orang lain, sebab bila  tidak memiliki sifat tersebut, cenderung memunculkan watak serakah yang  akhirnya menjelma menjadi jahat.
 
Temen  tobatipun rila, punika pikajengipun tobat ingkang kalebetan temen lan  rila. Pramila pikantukipun pawestri ingkang makaten wau lajeng  kinurmatan ing kakung. (pupuh 3)
Temen tobatipun rila, artinya taubat  yang dilandasi kesungguhan dan keikhlasan, sehingga seorang wanita yang  mampu bersikap demikian akan disegani oleh setiap laki-laki.
 
Samangke  pamuji kula malih mugi sageda angsal wanodya ingkang kadunungan watek :  sama, beda, dana, denda. Tembung sama tegesipun pada, pikajengipun  gadhahana  wewatek asih dhateng sakehing dumadi. Beda tegesipun seje,  geseh utawi milah, pikajengipun anggadhahana watek kulina sarta saged  animbang, inggih punika putusing tepa. Dana tegesipun neganjar,  pikajengipun gadhahana watek remen asung kasenengan tuwin kabungahan  dahteng sakehing dumadi. Denda tegesipun kukum, pikajengipun gadhaha  watek putus lan patitis, pamiyak tuwin milih nalar ingkang awon utawi  dhateng ingkang sae, anggenipun ngempan utawi mapanaken. (pupuh 3)
Berikutnya harapan saya semoga anda  mendapatkan wanita yang di dalam dirinya terdapat sifat-sifat sama,  beda, dana, denda. Kata sama, berarti merasa sama, maksudnya memiliki  rasa sayang pada sesama mahkluk. Kata bedha, berarti tidak sama,  maksudnya memiliki sifat mengutamakan pertimbangan sebagai wujud  kearifan. Kata dana berarti memberi imbalan, maksudnya hendaklah  memiliki sifat mudah memberi kepada sesama. Kata dendha, berarti hukum,  maksudnya memiliki sifat teliti dalam menentukan sesuatu sehingga tepat  memilih mana yang baik dan yang buruk.
Dalam Budaya Jawa wanita dianggap  sebagai “wadah” dari benih yang akan ditanam oleh laki-laki dan karena  itu maka haruslah dicari wanita yang terbaik. Selain dari tiga faktor  utama (bibit, bebet, bobot), seorang wanita yang baik juga harus  memiliki sifat-sifat tertentu.
 
Ingkang kaping kalih kala wau sageda uninga panduking guna, busana, baksana lan sasana wewijanganipun makaten :
-  Guna tegesipun  pangawikan utawi kapinteran, pikajengipun sageda sumerep lan mangretos  dhateng wewenang lan wajibing lan pandamelaning pawestri. 
-   Busana, tegesipun pangangge, pikajengipun sageda uninga lan ngetrapaken dhateng raja tadi darbekipun ingkang pancen kasandhang. 
-  Baksana tegesipun pangan, pikajengipung sageda uninga lan nandukaken ubet kekayaning laki ingkang pancen katedha. 
-  Sasana, tegesipun dunung utawi panggenan, pikajengipun sageda uninga tuwin memantes lan memangun anggenipun gegriya. (pupuh 3)
Yang kedua, hendaklah memiliki kepekaan terhadap guna, busana, baksana, dan sasana. Adapun penjelasannya sebagai berikut :
-  Guna berarti ketrampilan atau kepandaian maksudnya adalah tanggap terhadap tugas dan wewenang sebagai seorang istri.
-  Busana berarti seorang wanita haruslah memiliki kepekaan terhadap penampilan serta pakaian miliknya secara proporsional.
-  Baksana berati pangan, maksudnya memiliki ketrampilan mengatur keuangan/penghasilan suami secara proporsional.
-  Sasana yang berarti rumah atau papan, maksudnya memiliki ketrampilan untuk mendekar dan menghias rumah dengan indah.
Selain sifat, wanita yang baik juga  harus dapat membuat dirinya terlihat menarik agar laki-laki yang menjadi  pasangan hidupnya tetap setia dan tetap bisa menjaga hubungan (termasuk  dalam hubungan seksual). Hal tersebut dikarenakan pria dan wanita  haruslah senantiasa bekerja sama dengan baik untuk dapat mempersiapkan  segala hal demi menyambut kehadiran manusia baru sebagai hasil dari  hubungan seksual yang mereka lakukan.
Ingkang kaping tiga kala wau ambeging pangrengkuh ingkang sawanda, saeka praya lan sajiwa, wijanganipun mekaten :
-  Sawanda, tegesipun  sarupa, sawangu utawi sawarna, pikajengipun sedya nyawiji badan, empan  mapanipun gadhahana ambeg pangrengkuhipun lan rumeksanipun dhateng priya  dipunkados rumeksa dhateng badanipun piyambak.
-  Saeka praya, tegesipun sawiji budi, pikajengipun gadhahana ambeg pangrengkuhipun dhateng priya anedya nunggil kapti.
-  Sajiwa, tegesipun  satunggiling nyawa, pikajengipungadhaha ambeg pangrengkuhipun dhateng  priya dipun kados dhateng nyawanipun piyambak. (pupu 3)
Yang ketiga adalah dalam hal kesetiaan  hendaklah memiliki sifat-sifat sawanda, saeka praya, dan sajiwa,  penjelasannya sebagai berikut :
-  Sawanda yang berarti serupa, sebangun, atau sewarna. Maksudnya,  wanita tersebut bersedia menyatu tubuh dengan cara saling memahami,  menjaga suaminya sama seperti menjaga dirinya sendiri.
-  Saeka praya artinya dapat menyatukan kehendak dengan kehendak  suaminya yang tujuannya demi kebaikan, maka sang istri harus merasakan  sebagaimana kehendak diri pribadi.
-  Sajiwa berarti sehati. Maksudnya adalah sikap istri terhadap suami sama seperti terhadap diri sendiri.
Menggah  pawestri ingkang sampun nambut silaning akrami, punika kedah netepi  punapa ingkang kados wajibing estri kathahipung tigang pangkat,  satunggil-tunggiling pangkat wonten tigang pakarti :
-  Kedah gemi, nastiti, ngati-ati.
-  Kedah tegen, rigen, mugem.
-  Kedah titi, rukti, rumanti. (pupuh 3)
Bagi wanita yang telah berumah tangga  hedaklah melaksanakan apa yang menjadi tugas seorang istri, dalam hal  ini berjumlah tiga tingkatan, masing-masing terdapat tiga komponen  perilaku :
-  Hendaklah gemi (hemat), nastiti (cermat), ngati-ati (hati-hati).
-  Hendaklah tegen (tidak mengecawakan, rigen (trampil), mugen (meyakinkan).
-  Hendaklah titi (teliti), rukti (manfaat), rumanti (merata).
Dene panduking damel kedah nglenggahi gangsal prakawis :
-  Kedah rikat.
-  Cukat.
-  Prigel.
-  Trampil. (pupuh 3)
Sedangkang dalam hal bekerja hendaklah memiliki lima sifat :
-  Cepat.
-  Tangkas.
-  Cekatan.
-  Lihai.
-  Terampil.
Menggah labetipun kedah kados ing ngandhap punika :
-  Kedah ishep, madhep, mantep, sregep.
-  Kedah wekel, petel, nungkul, atul. (pupuh 3)
Perihal pengabdian, hendaklah seperti di bawah ini :
-  Hendaklah dilandasi kejernihan berpikir, niat, kesungguhan, rajin.
-  Hendaklah tekun, telaten, tanpa kenal lelah, sabar.
Lampahing  asmaragama, kalamunpasta purusa dereng kiyat lan santosa, ing driya  ajwa kasesa, nandukaken pancakara, kang mangkono wau mbok manawa,  blenjani neng wiwara, dayane datan widada, temah dela kang wardaya,  terkadang amanggih ewa, lan wanita lawannya, marga tan kapadang karsa,  tiwas wadi wus kabuka wekasan tan mantra-mantra, tumimbang serenging  driya, wangune salah mangkana, yeka kena ing rubeda, aran katitih  asmara, awit dereng abipraja, duk wau kagyating pasta, iku uga mbok  manawa lagya kaserenging daya, mung sengseming driya harda, sinerus  lumaksana, kasengka mangsa ing yuda, marma dayane sapala, tan lama nulya  marlupa, kacarita inggih punika, awit rahsa tuwin jiwa, dereng winengku  samya dening prabanira Hyang Pramana. (pupuh 6).
Penerapan asmaragama adalah apabila  senjata yang dimiliki laki-laki belum siap tempur maka janganlah  terburu-buru melakukan pertandingan, karena pertandingan tentu tidak  akan berlangsung seru. Sang laki-laki tentu tidak akan mampu bertahan  lama, dan si wanita sebagai lawan bertanding pasti tidak akan merasa  puas. Janganlah menantang bertanding hanya karena dorongan nafsu, sebab  jika laki-laki kalah hanya dalam beberapa jurus saja akan sangat  memalukan, ia akan dianggap sebagai laki-laki lemah, loyo, dan tidak ada  gunanya.
Dalam konteks pengajaran seks dalam  Serat Nitimani, bagian penerapan asmaragama adalah cara bagaimana  melakukan hubungan seksual yang baik dan benar. Cara adalah teknik yang  dipakai dalam rangka memenuhi proses perubahan dengan mempunyai tujuan  yang lebih khusus.
Dene  ingkang binasakaken kasor prabawa wau mbok menawi patrapipun makaten,  empaning cipta boten kapandan dening mapaning praman, ing wekasan prasa  tuwin rahsa katamaning raos welas utawi engah, inggih rubeda patrap  makaten wau ingkang binasakaken tumanding kang sanes bangsa. (pupuh 6)
Yang dimaksud kalah wibawa adalah  perasaan yang dikalahkan atau diharapkan semula ternyata tidak sesuai  dengan kenyataan. Akhirnya bukanlah kenikmatan yang dirasakan melainkan  rasa lelah bahkan mungkin terasa sakit. Kondisi seperti itulah yang  disebut tumanding kang sanes bangsa.
Hubungan seksual lazimnya melibatkan  dua pihak yaitu laki-laki dan wanita. Dalam melakukan persetubuhan, maka  keduanya haruslah sama-sama sedang berada dalam kondisi yang baik. Jika  salah satunya mengalami sesuatu yang buruk maka imbasnya akan terkena  pada kedua pihak.
Pramila  pamilihing wanita kedah ngatos-atos, karana bilih kaleresan angsal  wanodya ingkang prasaning rahsa, ingkang nunggil bangsa, punika lajeng  nggendam langgengin asmara, saniskaraning rubeda, temah mahanani susila  pamoring lulut, awit binuka langgening pramana, dene ingkang binasakaken  susila pamoring lulut wau, woring sekaliyan binuka tanpa rubeda, amung  pinanggih seneng pareng. (pupuh 6)
Oleh karena itu hendaklah berhati-hati  dalam memilih pasangan hidup, karena jika pilihan anda tepat, anda akan  benar-benar terikat dan bahagia lantaran anda akan merasakan kenikmatan  secara paripurna, tanpa satupun rintangan yang menghalangi kecuali  kepuasan yang terus meliputi.
Bagian ini menjelaskan mengenai sikap  dalam konteks pengajaran seksual, yaitu bagaimana bertindak dalam hal  memilih pasangan hidup agar tidak salah sehingga dapat tercapai  kenikmatan dan jauh dari rintangan.
Kalamun  pasta purusa wus kiyeng kiyat santosa, kwehning daya wus samekta, iku  nulya tindakena umangsah ing ranonggana, sayekti datan kuciwa  tumempuhing banda yuda. Nanging ta dipunprayitna, ing tindak ajwa  sembrana, gyaning bakal nuju prasa, mring wanita mengsahira, supaya  leganing driya, wruhanta dipunwaspada. (pupuh 6)
Ketika senjata pusaka laki-laki telah  siap tempur, segenap kekuatan siaga, maka segeralah memulai  pertandingan. Niscaya pertempuran tidak akan mengecewakan. Namun  tetaplah waspada, jangan ceroboh. Ketika menghujamkan serangan terhadap  senjata lawan, hendaklah mengutamakan kewaspadaan.
Ini adalah bagian cara dalam hal pengajaran seks dalam Budaya Jawa.
Pameting  rahsa mangkana, srana ngagema wisaya, pratingkah ukeling pasta,  kacarita solahira, duk murwani lumaksana, karya pepucuking yuda,  kwehning daya saniskara, ajwa sineru sarasa, ing tindak kesah saranta,  pangangkah amung muriha, keri prasaning wanita. (pupuh 6)
Dalam keadaan demikian, kendalikanlah  tata gerak senjatamu, janganlah tergesa-gesa untuk lekas selesai, dengan  tujuan agar wanita yang menjadi lawanmu merasa terlayani dan hasrat  bertempur akan semakin memuncak.
Bagian ini masih mengajarkan cara mengenai bagaimana tindakan yang benar dalam berhubungan seksual.
E kulup sira sang pasta, poma ngger dipunprayitna, panarik sendaling gada. (pupuh 6)
Hendaklah berhati-hati dalam melepaskan senjata gada.
Senjata gada yang dimaksud dalam  konteks ini adalah alat kelamin laki-laki yang akan dilepaskan atau  dimasukkan ke dalam alat kelamin wanita.
Kang  iku den engetana, tembe sakaro tan kena, yen maning mangsah angayuda,  kalamun durung nirmala, kudu temen tinumna, waluya sakalihira, mangkana  ujuring salaka……. (pupuh 6)
Janganlah melakukan pertandingan sebelum kondisi benar-benar pulih, demi menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Dalam konteks pengajaran seksual, maka  bagaian ini mengajarkan tentang bagaimana seharusnya tindakan laki-laki  ketika dirinya sedang dalam kedaan yang tidak maksimal.
Wondene,  menggah patrap salebetipun sanggama wau, priya kedah mawas ulat  liringing wanita punapa dene saliranipun piyambak, ten sampun  kapanduking panggalih :  lega, carem, tuwin marem sesaminipun upami  tiyang nenedha, karaos sampun tuwuk. (pupuh 6)
Padahal, selama proses pertempuran  laki-laki wajib memperhatikan lawan main untuk mencapai kepuasan  bersama. Ibarat makan, sama-sama merasakan kenyang.
Bagian ini juga merupakan ajaran mengenai bagaimana tindakan yang tepat saat sedang melakukan hubungan seksual.
Kedah manggen wonten gajeging gela, sampun kadamel lega, prasaning rahsa kawudhara, ing riku wujuding wisaya. (pupuh 6)
Hendaklah membangun rasa penasaran,  jangan merasa puas, bangkitkan kembali dorongan seksual anda,  karena  disitulah ruang kenikmatan.
Bagian ini mengajarkan bagaimana seharusnya bersikap dalam berhubungan seksual ketika akan memulai pertandingan lagi.
….awit  aji asmara punika kangge sarana lelantaran anggenipun badhe nyumerepi  “dhateng asal wijinira” manungsa sejati, karana ingkang kasebut tembung  paribasan makaten : sinten manungsa ingkang boten uninga dhateng asal  wijinira, sayektine inggih datan uninga dhateng sejati paraning sedya,  kacariyos ing tembe inggih badhe kirang sampurna ing kamuksanira. (pupuh  6) 
Ilmu asmara merupakan sarana untuk  mengetahui asal muasal manusia, seperti peribahasa barang siapa yang  tidak mengetahui asal usulnya sesungguhnya juga tidak akan mengetahui  kemana tujuan hidupnya, niscaya kelak hidupnya tidak akan sempurna.
Hubungan seksual merupakan masalah yang  sangat penting dalam Budaya Jawa karena hasilnya adalah sebuah  kehidupan baru. Maka dari itu diajarkan agar sebelum melakukan hubungan  seksual haruslah disiapkan segala-galanya agar hasilnya juga sempurna dan mengerti asal kemana ia akan berakhir.
Yen pinareng dening Pangeran ingkang Maha Suci, kinen dados lantaran nitehaken manungsa. (pupuh 6)
Apabila Tuhan memperkenankan, pertandingan tersebut akan menjadi sarana dan wahana untuk menciptakan manusia.
Hubungan seksual yang benar akan direstui oleh Tuhan dan diberikan hasil yang benar pula.
Kasebut  wonten wewijangan ngelmi, ingkang kaping nem dipunwastani kayektening  kahanan Kang Maha Suci, inggih menika pambukaning tata malige ing dalem  Betal Mukadas awit dene pamejangipun ambuka kodrat predating Pangeran  kang Maha Suci Sejati, anggenipun kersa jumenengaken maligening Dad,  minangka Betullah katata wonten kontholing manungsa…. (pupuh  
 
Disebutkan dalam ajaran ilmu keenam  dinamakan keberadaan Yang Maha Suci yaitu pembukaan tata malige dalam  Betal Mukadas, dikarenakan Tuhan telah berkehendak menempatkan mahligai  Zat sebagai Baitullah yang berada di buah Zakar manusia.
Dalam hal hubungan seksual, maka yang  paling penting adalah peranan alat kelamin sebagai media utama. Budaya  Jawa mengajarkan mengenai konsep alat kelamin pria sebagai sesuatu yang  penting karena merupakan bagian dari tempat persemayaman juga.
Sejatine  ingsun nata malige ana ing sajroning Betal Mukadas iku omah enggoning  pasucian ingsun, jumeneng ana kontholing Adam,  kang ana ing sajroning  konthol iku pringsilan, kang ana ing sajroning pringsilan iku nutpah,  iya iku mani, sajroning mani iku madi, sajroning madi iku manikem,  sajroning manikem iku rahsa, sajroning rahsa iku ingsun, Dad kang  anglimputi ing kahanan jati jumeneng ana ing sajroning nukat gaib…..  (pupuh  
 
Sebenarnya Aku meletakkan tahtaKU dalam  Betal Mukadas. Itu adalah tempat pesucianKu, yaitu berada di zakar  Adam. Yang berada di zakar itu adalah buah pelir, yang berada dalam buah  pelir adalah nutfah, yang berada dalam nutfah adalah mani. Di dalam  mani ada madi. Di dalam madi ada manikem. Di dalam manikem ada rahsa. Di  dalam rahsa ada Aku, tiada Tuhan selain Aku, zat yang meliputi  segalanya bertahta dalam alam gaib.
Dalam ajaran mengenai konsep seks dalam  Budaya Jawa, maka diterangkan pula apa sebenarnya alat kelamin itu  sebagai sarana utama dalam hal seks. Dalam Budaya Jawa diajarkan bahwa  tubuh manusia adalah manifestasi  dari Tuhan itu sendiri dan alat  kelamin milik pria masing-masing bagiannya adalah perwujudan dari unsur  ke-Tuhanan sehingga tidak boleh digunakan sembarangan karena suci  sifatnya.
Yen  priya lan wanita anggenipun sami sahresmi pamudharin prasa sesarengan,  woring kama mangka pinareng dening Pangeran Kang Maha Mulya badhe  nitahaken manungsa, punika woring kuma wau lajeng kendel dumunung wonten  guwa garbaning wanita, binasakaken garbini inggih punika meteng. (pupuh   
 
Bila seorang pri dan wanita bersetubuh,  pertemuan kama diperkenankan oleh Tuhan Yang Maha Esa, akan ditaksirkan  manjadi manusia. Bersatunya kama (seperma dan sel telur) tersebut  kemudian akan berdiam diri di rahim wanita yang kemudian disebut hamil.
Tujuan dari hubungan seksual salah  satunya yang paling penting adalah untuk menghasilkan keturunan. Benih  manusia yang hadir di rahim wanita itu bisa ada hanya karena restu dari  Tuhan.
….saleresipun tiyang estri ing asmara boten malih, amung kedah anut ing ombak kasagedaning priya…. (pupuh 19)
Sesungguhnya dalam bersenggama seorang wanita harus mengikuti kemauan laki-laki.
Hal-hal tersebut adalah ajaran tentang tindakana yang tepat bagi wanita dalam hal berhubungan seksual.
Wonten  malih gelaring wanita yen nuju sinanggama ing priya, lajeng ambiyantu  ing solah obahing raga raga dadosaken keras maju sunduring pasta,  pratingkah makaten wau sedyanipun supados simbuhi sakecaning prasa….  (pupuh 19)
Adapun tingkah laku wanita ketika bersenggama sebagiknya mengimbangi gerak pria yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa nikmat.
Dalam berhubungan seksual diajarkan  mengenai bagaimana sikap seorang wanita agar kegiatan hubungan seksual  bisa mencapai tujuan yang diinginkan yaitu dapat mengimbangi gerakan  laki-laki.
Kisanak,  bebakunipun ingkang prelu kedah waskita, sageda nuju karsaning priya,  ing solah kedah anut ing kersaning kakung. (pupuh 19)
Saudara, yang [erlu diperhatikan adalah kewaspadaan. Hendaknya wanita tanggap terhadap kehendak laki-laki.
Selain menyeimbangkan gerak, wanita juga harus tanggap dan mengerti apa yang menjadi kehendak laki-laki.
Awit  wujudipun ingkang kawastanan labet wau inggih guna, tegesipun  kapinteran, ingkang dipunwastani guna punika inggih sarana, tegesipun  piranti, ingkang binasakaken sarana punika inggih : mantra, tegesipun  muna, ingkang dipunwastani mantra punika inggih dunga tegesipun muni,  ingkang binasakaken donga menika inggih puja, tegesipun panggunggung,  inggih punika sadaya wau dumunung pangrengganing basa, utawi patrap  ingkang dados pepunton atining tata krami. (pupuh 20)
Dengan upaya seperti itu sesungguhnya  merupakan bentuk lain dari ibadah. Sebab bentuk ketekunan dan  kesungguhan pada dasarnya berupa guna artinya kepandaian atau  ketrampilan. Guna juga berarti sarana, yaitu peralatan. Sarana dapat  diartikan sebagai mantra, maksudnya niat yang diverbalkan, sedangkan doa  juga berarti harapan atau cita. Kesemuanya seimbang antara prilaku  dengan nurani.
Budaya Jawa mengajarkan bahwa dalam  berhubungan seksual haruslah diniatkan dalam hati bahwa tujuannya adalah  baik karena menghasilkan manusia baru. Maka dari itu, hubungan seksual  haruslah dilaksanakan dengan niat yang sungguh-sungguh karena hal  tersebut sama juga dengan beribadah.
Wondene  alas hardaning karsa, dumugining cipta maya kados ingkang kasebut ing  inggil wau, bok manawi boten amung mahanani dhateng wewatekaning bebayi,  pramila para sujana lan sarjana ingkang waskita ing kadadosaning krida  utawi pangripta wau sok nuwuhaken, lajeng kangge tetenger nama dhateng  atamajanipun. (pupuh 22)
Maka dari itu segala keinginan,  beradanya cipta maya seperti yang disebut diatas tadi, mungkin tidak  hanya memberi watak bayi, makanya para manusia dan manusia yang  bijaksana di kejadian yang terjadi atau terciptanya tadi, kadang  memberikan tanda, lantas dijadikan nama terhadap anak-anaknya.
Dalam hubungan seksual juga diajarkan  untuk berada dalam posisi hati yang serba tenang, segalanya dalam  kondisi baik agar hasil keturunan yang dihasilkan juga baik. Tidak hanya  itu, akan tetapi hati pria dan wanita yang melakukan hubungan seksual  juga harus bersih dan bijaksana.
Yen  ta saupami ngrembaga bab prakawis wiji, leres sampun dumunung wonten  ing priya, pramila sujanma wanodya punika bebasanipun kasebut papan  utawi wadah…. (pupuh 22)
Jika membahas perkara benih, benar, sudah berada di para laki-laki, maka dari itu, perempuan diibaratkan papan atau wadah.
Perempuan adalah wadah tempat laki-laki menempatkan maninya agar dijaga dan dirawat dalam suatu tempat yaitu rahim wanita.
….karsanira Pangeran Kang Maha Mulya karsa nitisaken wijining manungsa…. (pupuh 22)
Kehendak Tuhan Yang Maha Mulia berkehendak menitiskan benih manusia.
Dalam masalah hubungan seksual,  haruslah diingat bahwa munculya janin adalah hasil karya Tuhan, sehingga  harus dapat dipertanggung jawabkan.
Kacariyos  bilih kasupen inggih kenging boten dados punapa, sabab sajatosipun  ingkang prelu dados awisan amung hawa napsu bilih saged ambirat ing hawa  napsu, kacariyos ing adat asring kadunungan awas lan emut, manawi  tansah anggenipun awas kaliyan emut, bok manawi estu amanggih kamulyan  ing sangkan paran….. (pupuh 23)
Ceritanya, seandainya lupa sesungguhnya  tidak masalah, karena yang sebenarnya perlu mendapat larangan hanya  hawa nafsu karena akan bisa menjerumuskan. Ceritanya, dalam adat sering  terdapat awas ingat, jikalau teramat sangat rasa awas dan ingat itu  mungkin benar akan bertemu dengan kemulyaan di asal dan tujuan.
Hal tersebut merupakan ajaran megenai  tindakan, yaitu bahwa dalam melakukan hubungan seksual haruslah dengan  penuh kesadaran dan diusahakan jangan sampai terseret oleh nafsu birahi  belaka. Maksudnya, selama berhubungan seks haruslah tetap diingat bahwa  tujuan utama adalah untuk mengahsilkan seorang manusia baru yang baik.  Dengan demikian, manusia yang berasal dari proses yang baik maka akan  kembali kepada Sang Pencipta dengan keadaan yang baik pula.
Ingkang  rumiyin nyariosaken tembung upami, wonten sujanma priya kaliyan  wanodya, badhe dumugekaken karsa ngulang salulut sami lumebet ing jenem  rum, tegesipun dunungin pasareyan, ing riku sandyana amung sakaliyan tur  dumunung wonten papaning sepen, liripun boten katingalan dening tiyang  kathah, ewa semanten menggah pepantenganing panggalih…. (pupuh 25)
Yang pertama, menceritakan kalimat  seandainya ada manusia laki-laki dan perempuan berkeinginan bercinta,  masuk kedalam ranjang artinya  berada ditempat tidur walaupun di situ  hanya berdua dan juga berada ditempat yang sepi yang intinya tidak  kelihatan orang banyak, walaupun begitu keseriusan perasaan janganlah  sampai lupa…….
Ini adalah ajaran mengenai bagaimana  cara yang benar ketika laki-laki dan perempuan yang akan mulai  melaksanakan kegiatan berhubungan seksual, yaitu harus dilakukan pada  tempat yang semestinya.
Sing sapa manungsa gelem ngalkoni tumindak marang panggawe nistha sayekti bakal nemu papa. (pupuh 25)
Barang siapa manusia yang menjalankan tindak nista pastilah akan menemuai kehinaan.
Menjalankan tindak nista maksudnya  adalah berhubungan seksual tanpa persiapan yang benar dan hanya  berdasarkan atas nafsu birahi belaka, maka nantinya juga akan berakibat  buruk.
….dados  manungsa ingkang binasakaken kapir wau supami karsa apulang asmara,  mangkana lajeng saged dados wijining manungsa sanajan wiwit duk maksih  jabang bayi tan pedot pinidih ing pamulangan tur dhateng tindaking  kautaman, ing tembe bilih sampun dewasa bok manawi inggih lajeng wiga  katragal dados dugal awit enget manawi pandemeling setan blaka. (pupuh  25)
Jadi yang disebut manusia kafir tadi  seandainya bersenggama, maka bisa jadi benih manusia walaupun ketika  masih bayi terus mendapat ajaran ketidak utamaan dan kebaikan, yang  nantinya ketika dewasa mungkin akan menjadi jahat dan nakal karena  memang terbuat dari penyatuan setan.
Dalam ajaran  hubungan seksual, niat  awalnya haruslah merupakan niat yang baik. Manusia yang akan  melaksanakannya juga haruslah dengan hati dan pikiran yang suci, tidak  dengan pikiran yang kotor. Berhubungan seksual dalam keadaan yang kotor.  Berhubungan seksual dalam keadaan yang kotor baik fisik maupun batinnya  akan menghasilkan sesuatu yang jelek dan kotor pula, karena terbuat  dari hasil penyatuan dua hal yang sama-sama kotor (setan).
….liripun  mekaten menggah ing saresmi wau boten kangge pakareman utawi boten  kangge memainan, tegesipun boten kangge dedolanan utawi geguyonan….  (pupuh 26)
Maksudnya dalam hubungan tadi tidak bisa untuk main-main atau bercanda.
Hubungan yang dimaksud disini adalah  hubungan seksual. Jadi, kagiatan hubungan seksual harus dilakukan denga  serius  dan tidak boleh main-main.
Wonden  bilih pinuju badhe salulut anggenipun anaji-aji lan angedi-edi ing  patrap kapratelaken kados ing ngandap punika : ingkang rumiyin, duk  wiwit kagungan karsa badhe apulang asmara lan wanita sakaliyan sami  sesucia, inggih punika siram tuwin jamas lajeng ngasta siwur anyiduka  toya kaankat celak ing wadana mawi dipundonganana, ananging donganipun  kados pundi duk ing jaman kina punika kula boten terang, yen ing jaman  samangke inggih katimbang kendel kemawon lowung kaangge minangka  gegondhelaning niyat, prayoginipun mawi angucap mkaten : “niyatingsun  adus, padusan banyuning tlaga kalkaosar, anuceni sakaliring eroh, kang  dumunung ana ing jasad kita, mlebu manik metu inten, cahyake amancur  mancorong kadi cahyaning Pangeran Kang Maha Kuwasa”. Ing riku toya siwur  wau lajeng kasiramaken ing wadana, lajeng siram ngantos dumugi sucining  saliranipun sadaya. Menggah pratingkah siram ingkang mekaten wau jalu  lan wanita ing patrap sami kemawon boten aprabeda. (pupuh 26).
Sedangkan ketika ingin memuja-muja dan  mengindahkan tingkah laku, akan dijelaskan seperti di bawah ini :  Pertama, mulai dari punya keinginan senggama dengan wanita, semua harus  suci. Harus mandi keramas, lantas mengambil gayung berisi air dan  diangkat di dekat muka dengan berdoa. Tetapi bagaimana doa ketika jaman  dahulu itu saya kurang jelas, namun jika jaman sekarang ya daripada diam  saja lebih baik dijadikan niat, dan sebaiknya mengucapkan demikian;  “Niatku mandi, tempat mandi telaga kalkaosar, mensucikan segala darah,  yang berada dalam tubuh kita, masuk manik keluar intan, cahayaku  bersinar seperti sinar cahaya Tuhan Yang Maha Kuasa”. Air yang berada di  dalam gayung tersebut lantas disiramkan ke wajah dan dilanjutkan mandi  sampai semua badan menjadi suci baik untuk laki-laki maupun perempuan.
Berikut adalah ajaran mengenai konsp  seks dari segi cara memulai sebuah hubungan seksual yang benar. Proses  penyatuan antara dua manusia baru adalah sesuatu yang sakral dan sangat  penting untuk disiapkan dengan sebaik-baiknya. Hal pertama yang harus  dilakukan adalah dengan membersihkan diri dengan cara mandi. Mandi dalam  konteks ini bukan hanya demi kenyamanan fisik belaka, tetapi dengan  cara-cara tertentu dengan maksud untuk membersihkan jiwa dan batinya  juga. Mandi harus disertai dengan niat yang baik serta doa, dengan  tujuan untuk membersihkan segala kotoran (jasmani dan rohani) serta  meniatkan sesuatu yang baik dalam hati. Dengan demikian diharapkan dalam  melakukan hubungan seksual, keduanya (laki-laki dan perempuan) berada  dalam keadaan bersih dan suci sehingga benih yang muncul nanti adlah  merupakan buah dari perbuatan yang telah disucikan.
Ing  sasampunipun rampung sesuciya siram jamas lajeng sami angadi-adi warna,  kinarya sarana pangundhaning asmara, liripun menggahing pratingkah sami  busana ingkang sarwa pantes, sarta angeganda wida, sasmpunipun samekta  ing sakaliyan lajeng reruntunan sami malebet ing papreman, tegesipun  malebet dhateng ing panglereman utawi dununging pakendelan, inggih  punika pasareyan, ing riku priya lajeng angrakit pamasaning aji kamajaya  dumunung amung winaos wonten salabeting batos kajarwakaken kados ing  ngandhap punika : ….. Pupuh 26)
Setelah selesai bersuci mandi keramas  (jamas) lantas berpakaian yang rapi untuk mengundang nafsu yang intinya  tingkah laku dengan berpakaian yang pantas dan memakai wangi-wangian.  Setelah semuanya selesai, lantas bersama-sama masuk ke tempat untuk  tidur, maksudnya masuk ke ranjang, atau tempat istirahat yaitu ketempat  tidur. Di situ, laki-laki memsang aji kamajaya yang diucapkan dalam  hati.
Setelah membersihkan diri, maka ajaran  selanjutnya adalah mengenai cara dan bagaimana tindakan mengenai cara  dan bagaimana tindakan yang tepat untuk memulai kegiatan sakral  tersebut. Pertama, untuk membangkitkan hasrat maka masing-masing  harus  mrias diri dengan berdandan dan memakai wewangian. Setelah itu, harus  pula diperhatikan tempat melakukan kegiatan tersebut dan tidak  diperbolehkan dilakukan di sembarang tempat.
Wondening  sang wanita ingkang rumiyin ugi muntu pangesthi sedya dumunung ing  Betalmukadas, tegesipun niyat anjumenengaken kahanan salebeting puraya  pasucian, dumunung ing baga. Ingkang kaping kalih, lajeng amusthi nesthi  pambukaning aji asmara nala, tegesipun senseming manah, inggih punika  wahananing birahi, tegesipun wiji, dumunung ing purana. Ingkang kaping  tiga, kaping sekawan, kaping gangsal, kaping nenem, dumugi pitu, mboten  aprabeda kados pamusthining kakung wau. Ing sasampunipun samekta  pangruktining sakaliyan, lajeng sami kakaron sih, andumugekaken karsa,  dene patrap lan pratingkah tumanduking pulang asmara, saestunipun bab  makaten punika kadamel pipingitan, sinten ingkang saged uninga amung  kinten-kinten yen anithik lelabuhanipun, wiwit duk murwani wau  dumugining ngendhon kados inggih sae, liripun bok manawi inggih kados  caraning manungsa, sarta boten angicalaken ing tata krami, kados-kados  bok manawi inggih punika ingkang kasebut anggendam langening pramana,  ambuka kahananing atma, ingkang badhe pinurwaning wicaksana. Ing  sasampunipun salulut, sakaliyan medal saking papreman, lajeng samya  asiram jamas malih, menggah solah lan pratingkah boten prabeda kadi  patraping siram duk ngajeng wau, amung donga sarananipun kantun angurapa  makaten “suku asta winengku ing solah bawa, solah bawa winengku ing  driya, driya winengku ing Hyang Praman, andadekakna adus ing suci  santosaning roh kang ana ing badan kita”. (pupuh 26)
Sedangkan sang perempuan, pertama juga  berniat bersedia berada di Betalmukadas, artinya menahan mendiamkan  keadaan di dalam kerajaan kesusian, berada di baga. Yang kedua lantas  berniat membuka aji asmara nala, artinya pesona hati, itulah wahana  birahi, artinya nafsu senggama, tumbuh menjadi purba, artinya benih  berada di purana. Yang ketiga, keempat, kelima, keenam, dan seterusnya  hingga ketujuh tidak berbeda dengan laki-laki. Setelah selesai menjalani  semua lantas keduanya bermain cinta, mendatangkan karsa, sedangkan  segala tingkah polah dalam bersenggama, sebenarnya bab ini merupakan  rahasia, siapa yang bisa mengetahui kira-kira jika menandai penempatan  mulai dari atas yang awal tadi sampai sekarang itu sangat bagus, intinya  seperti cara manusia, serta tidak menghilangkan tata krama, mungkin  seperti inilah yang disebut pesona keindahan praman, membuka keadaan  atma, yang akan menjadi kebijaksanaan. Sesudah bercinta keduanya keluar  dari tempat tidur, lantas mandi jamas lagi, sedangkan tingkah laku atau  tata caranya tidak berbeda dengan cara mandi yang seperti diatas tadi  tetapi doa permintaannya seperti berikut : “Kaki dan Tangan berada dalam  tingkah laku, tingkah laku berada dalam hati, hati berada dalam Hyang  Praman, menjadikan mandi suci sentosanya ruh yang abadi di badan kita”.
Selain laki-laki, sang perempuan juga  harus menyiapkan beberapa hal yang intinya hampir sama dengan laki-laki.  Ada beberapa tahap pembukaan yang dilakukan secara perlahan-lahan yaitu  “pesona” atau daya tarik dari masing-masing indra kemanusian yang  dimiliki hingga nantinya muncul “karsa” atau kehendak yang mantap untuk  berhubungan seksual. Cara berhubungan sesual yang baik pada intinya  adalah untuk saling mengerti keinginan masing-masing, serta untuk  senantiasa mengingat tata krama, yaitu berhubungan dengan cara-cara yang  etis serta manusiawi. Setelah melakukan hubungan seksual maka diajarkan  tindakan yang tepat yaitu mandi dengan cara yang sama dengan yang  dilakukan sebelum melakukan kegiatan tersebut, dengan doa yang sedikit  berbeda. Tujuan dari tindakan mandi setelah berhubungan seks adalah  untuk mensucikan diri masing-masing dan juga membersihkan diri. Doa yang  dipanjatkan pada intinya memohon kepada Tuhan agar apa yang telah  dilakukan dapat disucikan serta membawa hasil yang baik.
….lan sumurupa mungguh tumitah ana alam donya iki binasakake mung mampir ngobe (bae)…. (pupuh 29)
Ketahuilah bahwa manusia yang ada di alam dunia ini diibaratkan hanya mampir minum….
Dalam konteks ajaran hubungan seksual,  haruslah tetap diingat bahwa kehidupan hanya merupakan sesuatu yang  sementara seperti ibarat orang yang melakukan perjalanan jauh dan hanya  mampir untuk minum. Maka dari itu, janganlah melakukan hubungan seksual  hanya karena kesenangan dunia saja yang sifatnya sementara, tetapi harus  dipikirkan juga mengenai pertanggung jawabannya kepada Tuhan dalam  perjalanan kehidupan yang selanjutnya.
….caritaning dalil dawuhing Pangeran, wajida-wajidahu, tegese : sing sapa temen katemenan, mungguh surasaning…. (pupuh 29)
Apakah anda belum pernah mendengan cerita dalil sabda Tuhan, wajida-wajidahu, artinya : siapa yang sengguh-sungguh akan mendapatkan hasil…..
Ada suatu ungkapan yaitu wajida wajidahu  yang artinya siapa yang sungguh-sungguh akan mendapatkan hasil.  Maksudnya disini adalah dalam hubungannya mengenai konsep seks maka  ungkapan tersebut bermaksud untuk menyampaikan bahwa hubungan seksual  harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh agar mendapatkan hasil yang  baik.
Demikian cuplikan dalam Serat Nitimani  berisi ajaran mengenai konsep seks dalam budaya jawa. Ajaran tersebut  merupakan sistem nilai budaya Jawa yang landasannya adalah konsep religi  yaitu masalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dengan demikian dapat  disimpulkan bahwa segala aspek dalam kehidupan orang Jawa, termasuk  dalam hal seks pasti berujung kepada masalah antara manusia dengan  Tuhan. Seks dalam budaya Jawa bukan hanya merupakan sarana untuk  melampiaskan hawa nafsu dan sekedar bersenang-senang akan tetapi sampai  kepada pengertian bahwa hubungan tersebut adalah suatu ikatan resmi  antara laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami isteri yang harus  dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. Dalam hal ini, dapat dikatan  bahwa seks merupakan kegiatan yang dianggap suci dan sakral karena hasil  dari perbuatan tersebut adalah menghasilak manusia baru. Lahirnya  manusia di sunia harus dipersiapkan sebaik mungkin termasuk dari awal  proses penciptaannya. Hal tersebut dimaksudkan agar anak yang akan lahir  nanti berasal dari proses awal yang jelas sehingga dapat mengetahui  tujuan hidupnya dengan jelas pula. Konsep mengenai asal dan tujuan hidup  manusia merupakan konsep dasar dari apa yang menjadi kepercayaan  manusia Jawa. 
Bahwa ajaran seks merupakan gerbang awal manusia untuk  memahami dua konsep utama dalam relegi budaya Jawa yaitu konsep sangkan paraning dumadi dan konsep manunggaling kawula-Gusti.  Jadi, ajaran seks dalam Serat Nitimani bertujuan untuk memberikan  pedoman moral, nilai dan kaidah bagi orang Jawa tentang bagaimana cara  melakukan hubungan seks dengan cara yang benar dan tepat (bener lan  pener), karena pada akhirnya apa yang menjadi hasil dari perbuatan  tersebut berhubungan dengan asal kehidupan (sangkan paraning dumadi) serta tujuan hidup yang utama yaitu bersatu dengan Tuhan (manunggaling kawula Gusti).
Sumber: alangalangkumitir 
 
 
 
          
      
 
  
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar