Pesona Mistis Dapur Keris Sabuk Inten Pamor Beras Wutah
UNTUK SEBUAH KEMULIAAN DAN SPIRIT PANTANG MENYERAH
         Sekiranya tak berlebihan bila keris dikatakan sebagai fenomena.  Pasalnya, jenis senjata yang sekaligus juga dianggap pusaka ini sarat  dengan makna. Belum lagi model, gaya dan aura serta fungsinya yang  sungguh sangat beraneka. Ditambah faktor mistis, yang membuat keris  menjadi legendaris dan karenanya historis.
 
 Berkait  sejarah atau nilai historisnya, jagat perkerisan di tanah Jawa mencatat  banyak kisah keris pusaka ampuh yang legendaris. Mulai dari Keris Mpu  Gandring di zaman Singosari hingga keris zaman peralihan Majapahit  Hindhu ke Demak Islam. Misalnya Kiai Condong Campur, Nogososro dan Sabuk  Inten serta Kiai Sengkelat. Belum lagi keris keris milik para Kanjeng  Sunan penyebar Islam seperti keris Kiai Kala Munyeng, Kiai Carubuk dan  banyak lagi.
  Di zaman itu, keris tak hanya dipandang sebagai pusaka saja. Tapi juga  sasmita zaman. Pada tataran inilah sebenarnya, sejak itu keris sudah  bertambah fungsinya menjadi semacam prasasti atau candra sengakala. Pada  akhirnya keris diakui sebagai benda multi fungsi dan multi makna.  Sebagai prasasti atau candra sengakala, keris sengaja dibuat dengan  ricikan sedemikian rupa, sehingga merujuk pada sebuah angka tahun. Hal  demikian setidaknya pernah dilakukan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo,  raja besar Mataram Hadiningrat di Jogjakarta.
  Pewaris dinasti Kerajaan Islam terbesar dan paling kawentar itu membuat  keris dengan ganja kinatah emas berelief Gajah-Singa. Keris itu  diperuntukkan sebagai hadiah bagi para senopati perangnya, yang telah  berjasa menaklukkan pemberontakan Raja Pragola, di Pati, Jawa Tengah.
  Ukiran ganja kinatah Gajah Singa itu lengkapnya berbunyi Gajah Singa  Keris Siji. Gajah berarti 8, Singa berarti 5, Keris berarti 5, dan Siji  berarti 1. Deretan angka itu kemudian dibaca dari belakang menjadi 1558.  Angka ini adalah angka tahun Jawa. Tahun kemenangan Sultan Agung  Hanyokrokusumo atas Kadipaten Pati yang hendak membangkang kepada  Narendra Agung Mataram Hadiningrat, Sultan Agung. Sebagai pemberian,  sebenarnya keris itu juga berfungsi sebagai tanda pernghargaan.  Dengan  berbagai bentuk atau dapur dan pamornya, dengan sendirinya tercipta  adanya ciri khas tersendiri. Ciri khas ini kemudian merujuk pada sebuah  identitas. Keris pun lalu menjadi simbol identitas dinasti atau derajat  kepangkatan seseorang.
Keris Sabuk Inten
  Keris lain yang tak kalah legendaris dari zaman peralihan Majapahit dan  Demak Bintoro adalah Kiai Sabuk Inten. Keris berluk 11 ini muncul dan  terkenal bersama Keris Kiai Nogososro. Dua keris ini disebut-sebut  sebagai warisan zaman Majapahit. Keduanya bahkan sering disebut dalam  satu rangkaian Nogososro-Sabuk Inten. Tak lain karena kedua keris ini  diyakini sebagai sepasang lambang karahayon atau kemakmuran sebuah  kerajaan. Nogososro mewakili wahyu keprabon yang hilang dari tahta Demak  dan Sabuk Inten mewakili kemuliaan dan kejayaannya. Dua keris ini  adalah maha karya cipta Mpu Supo.
  Banyak versi telah mengungkap legenda Keris Nogososro dan Sabuk Inten.  Namun di zaman modern seperti sekarang, keris berdapur Sabuk Inten lebih  menarik minat seseorang untuk memilikinya. Tak lain karena keris  tersebut diyakini bisa melancarkan rejeki dan mendatangkan kemuliaan.  Ini dibenarkan oleh seorang pemilik keris Sabuk Inten berpamor Beras  Wutah, Daniel Tatag, SH. Menurutnya, keris itu diperoleh dari seorang  pengusaha China pada sekitar tahun 1950-an.
  Sejak zaman Majapahit, Keris Sabuk Inten memang sudah mewakili golongan  bangsawan atau kaum mapan, sehingga diperangi oleh keris Kiai Sengkelat  yang mewakili kaum marjinal atau golongan rakyat jelata yang merasa  terpinggirkan. Dua keris yang melambangkan situasi perpecahan di masa  akhir Majapahit ini lalu memunculkan keinginan untuk bersatu padu yang  juga dimanifestasikan dalam bentuk keris, Kiai Condong Campur.
  Setelah berabad abad lamanya waktu berpilin, pamor keris berikut  legendanya masih dipercaya kebenarannya. Kiai Nogososro sebagai simbol  wahyu keprabon yang hilang dari Keraton Demak, dulu sering diburu oleh  para calon pemimpin atau presiden. Namun sebagai simbol wahyu  kepemimpinan, Keris Mpu Gandring relatif lebih populer dibanding keris  Nogososro. Bagaimana dengan Keris Kiai Sabuk Inten?
  Mpu Djeno Harumbrodjo, keturunan ke-17 Mpu Supo-Majapahit mengatakan  kepada posmo, pada dasarnya keris berdapur Sabuk Inten semuanya berluk  11. Ini berbeda dengan keris Condong Campur yang terdapat dua versi,  berluk 13 dan tanpa luk atau lurus. Menurut Mpu Djeno, Kiai Condong  Campur bahkan disebutkan ada yang berluk 5. Perbedaan ini semakin  membuat rumit pengelompokkan jenis keris. Mpu Djeno sendiri juga mengaku  setengah menyesal dengan perkembangan keris saat ini yang nama dan  maknanya beragam sehingga sulit untuk dipakemkan.
 
   Keris Sabuk Inten, terang Mpu Djeno, hanya berbeda tipis dengan Keris  Condong Campur atau Nogososro. Ciri khas keris berdapur Sabuk Inten  adalah luk 11, dengan dua jalu memet dan dua lambe gajah. Pada bilahnya  tidak terdapat sogokan. Ada pun pamornya bisa Beras Wutah, Udan Mas,  Blarak Sineret, Ron Genduru dan banyak lagi. Sedangkan gagang dan  warangka, menurutnya, tidak begitu signifikan sebagai pembeda. “Yang  penting dari sebilah keris adalah wilah atau bilah dan ricikan serta  pamornya”, kata Mpu Djeno.
  Perbedaan jenis pamor, lanjut Mpu Djeno, juga berdampak pada perbedaan  tuah keris. Beras Wutah merupakan pamor untuk menghasilkan kelancaran  rejeki, Udan Mas cocok untuk para pebisnis dan Blarak Sineret untuk  kewibawaan. Namun, beberapa pamor keris dengan nama berbeda seringkali  sama tuahnya, misalnya pamor Beras Wutah dan Udan Mas. Sedangkan pamor  Blarak Sineret dan Ron Genduru juga sama tuahnya, yakni untuk  kewibawaan.
  Mpu Djeno mengatakan, jenis pamor yang multi tuah dan makna itu  kemudian dipertegas dengan jumlah luk-nya. Luk 11 pada intinya merupakan  lambang kedinamisan dan semangat pantang menyerah untuk menggapai  tujuan. Dengan demikian, Keris Sabuk Inten dengan luk 11 dan pamor Beras  Wutah, menjadi tegas makna dan tuahnya sebagai keris yang berperbawa  besar untuk sebuah kemuliaan atau kejayaan dan semangat pantang  menyerah.  
by: KOKO T.
 
 
  
  
 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar