 
               Nama : Dullah
Lahir : Solo, Jawa   Tengah, 17 September 1919
Profesi : Pelukis dan penulis
Karya Buku   :
Lukisan-lukisan koleksi   DR. Ir. Soekarno, Presiden   RI, sebayak 4 jilid diterbitkan di RRC tahun 1956 dan 1961,
Ukiran-ukiran rakyat   Indonesia koleksi DR. Ir. Soekarno Presiden RI, diterbitkan di RRC tahun 1961,
Karya dalam peperangan dan revolusi, diterbitkan di Indonesia   tahun 1982.  
Suatu hari di akhir tahun 1979, pelukis Affandi   menjemur seorang muridnya di Pejeng, Bali, tatkala matahari menyengat. Murid   yang sudah berusia 60 tahun itu, Dullah, tak berani membantah. Apalagi   protes. Affandi lagi kerajingan membuat rekonstruksi poster besarnya di zaman   perjuangan, berjudul Boeng Ajo Boeng,   yang pernah dianggap sebagai poster perjuangan pertama yang dibuat orang   disini. 
Dullah dikenal sebagai seorang pelukis realis. Corak   lukisannya realistik. Mempunyai kegemaran melukis portrait (wajah) dan   komposisi-komposisi yang menampilkan banyak orang (group). Diakui sebagai   guru melukisnya adalah dua orang pelukis kenamaan ; S. Sudjojono dan Affandi.   Meskipun demikian corak lukisannya tidak pernah mempunyai persamaan dengan   dua orang gurunya.   
Pernah dikenal sebagai pelukis istana selama 10 tahun   sejak awal tahun 1950-an, dengan tugas khas memperbaiki lukisan-lukisan yang   rusak dan penyusun buku koleksi lukisan Presiden Soekarno. Dullah juga   dikenal sebagai pelukis revolusi, karena dalam karya-karyanya banyak   mengetengahkan tema-tema perjuangan selama masa mempertahankan kemerdekaan.
Pada waktu perang kemerdekaan II, saat Yogyakarta   diduduki oleh tentara Belanda pada 19 Desember 1949 hingga 29 Juni 1950,   Dullah memimpin anak didiknya yang masih belum berumur 17 tahun untuk melukis   langsung peristiwa-peristiwa selama pendudukan Yogyakarta sebagai usaha   pendokumentasian sejarah perjuangan bangsa. Lukisan-lukisan yang dihasilkan   ketika itu diulas di surat-surat kabar bahkan oleh Affandi dinilai sebagai   karya satu-satunya di dunia.
| Dullah merupakan salah seorang pelukis realis yang     jarang berpameran. Tapi pamerannya bersama anak-anaknya di Gedung Agung     (Istana Kepresidenan Yogya) tahun 1978, berhasil menarik puluhan ribu     orang. Meskipun pameran diperpanjang satu hari, pintu gerbang Gedung Agung     bagian Utara sempat pula jebol. Pameran itu dilanjutkan 20 Desember 1979     hingga 2 Januari 1980, di Aldiron Plaza, Jakarta. Banyak orang kecewa     karena ia tak menjual lukisannya. |  Menenun,     Cat minyak diatas kanvas, 90 x 12 cm | 
Baginya melukis adalah media untuk berkomunikasi dengan   masyarakat. Dullah termasuk pendiri Himpunan Budaya Surakarta (HBS). Kemudian   didirikannya sebuah sanggar di Pejeng, Bali. Pada setiap pameran baik didalam   atau diluar negeri, karya murid-muridnya ikut disertakan. 
Ia juga menulis sajak. Beberapa sajaknya dimuat dalam   bunga rampai sastra Indonesia yang di himpun oleh H.B Jassin. Pernah   diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan terbit dalam sebuah kumpulan di   Pakistan. Sebuah puisinya yang berjudul Anak Rakyat ditulis tahun 1943 dan   dimuat dalam Gema Tanah Air, barangkali sudah mengisyaratkan kegandrungannya   kepada tema perjuangan dalam lukisan-lukisannya. Dullah mendirikan museum   pribadi di Solo pada tahun 70-an, dan hingga kini museum tersebut masih   representatif dan dikelola oleh pemerintah Kotamadya Surakarta.
Banyak lukisan-lukisannya yang menjadi koleksi   pejabat-pejabat penting pemerintahan baik dalam maupun luar negeri, tokoh   masayarakat dan orang terkemuka, diantaranya Presiden pertama RI Soekarno,   Wakil Presiden pertama RI Muhammad Hatta, Adam Malik, mantan Presiden Amerika   Serikat Eisenhower, mantan Wakil Presiden Amerika Serikat Walter Mondale,   mantan Perdana Menteri Australia Rudolf Menzies dan museum seni lukis di   Ceko.    
Sumber: tamanismailmarzuki.com 
 
 
 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar