Kabel diplomatik rahasia Ameirka Serikat kembali memunculkan soal Indonesia. Kali ini, sebagaimana dilansir The Age, Australia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dikaitkan dengan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Dokumen itu menyebutkan bahwa SBY telah secara pribadi campur tangan untuk mempengaruhi jaksa dan hakim untuk melindungi tokoh politik korup dan menekan musuh, dengan menggunakan intelijen Indonesia untuk memata-matai saingan politik dan, setidaknya seorang menteri senior dalam pemerintahan sendiri.
Walaupun dokumen asli Wikileaks belum dapat dilihat publikasinya, disebutkan The Age mengenai bagaimana mantan wakil Presiden Jusuf Kalla membayar jutaan dolar untuk membeli mengendalikan partai politik terbesar di Indonesia–Partai Golkar, dan menuduh istri Presiden dan keluarganya untuk mencari untuk memperkaya diri melalui koneksi politik mereka. Dalam laporan yang disebut diberikan secara eksklusif kepada The Age juga disebut bahwa segera setelah menjadi Presiden pada tahun 2004, Presiden Yudhoyono campur tangan dalam kasus Taufik Kiemas, suami mantan Presiden Megawati Sukarnoputri dari penuntutan yang oleh para diplomat AS digambarkan sebagai “korupsi legendaris selama masa istrinya”.
Dengan informasi ini, menjadi tambahan isu mengenai Jakarta yang disampaikan Kedubes AS di Jakarta. sebelumnya,Wikileaks mengungkap bahwa berdasar dokumen unclasified dengan Ref. Jakarta 0065, ada permintaan tambahan dana untuk penggunaan media baru dan jejaring sosial di Indonesia untuk memaksimalkan rencana kedatangan Obama pada Maret 2010 lalu. Adapun permintaan dana yang dimaksud adalah sebesar 100 ribu USD. Misi tersebut dikhususkan bagi promosi dengan penggunaan Twitter, Facebook and blog untuk mempromosikan pesan dan informasi AS. Dana itu juga dipakai untuk meningkatkan Facebook Fan menjadi 1 juta orang. Menurut dokumen tersebut, ini merupakan diplomasi publik 2.0. Upaya itu juga dikutip CNET Asia, sebagai “A great example of social media interaction in Indonesia”.
Sikap Indonesia
Tentu saja, yang paling pertama adalah perlunya membandingkan dokumen yang ditulis The Age dengan dokumen asli di Wikileaks-nya. Sebab, hingga 11/3 ini, dokumen itu belum muncul di situs resmi Wikileaks. Sehingga, masih sumir dan sulit apakah ini merupakan isu yang dihembuskan The Age semata atau memang dari kawat diplomatik AS.
Namun begitu, terlepas bagaimana isi aslinya, tetaplah Wikileaks merupakan dokumen versi Amerika Serikat, yang sesungguhnya dipakai sebagai laporan internal. Hanya saja, kemudian dokumen bocor. Sehingga, yang perlu dikritisi adalah tetap AS sendiri, sebab mungkin saja dari dokumen itu ada yang tidak benar, meski melibatkan intelijen mereka dalam membuat laporan ini. Sehingga, baiknya kita memang tetap harus kritis terhada dokumen tersebut dan jangan malah diadu domba akibat informasi yang dibuat pihak lain yang tentunya jauh dari memperhatikan bagaimana dampak laporan tersebut jika terbuka dan diketahui publik Indonesia, seperti sekarang ini.
Heru Sutadi
Sumber: politik.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar