Gayus Tambunan, mantan pegawai pajak golongan IIIA sebagai Penelaah Keberatan Direktorat Jenderal Pajak, selalu bikin kejutan. Baik pengakuan-pengakuannya di persidangan maupun tingkah polanya selama di penjara.
1. Keluar Masuk Penjara
Devina, warga Perumahan Rafles Hills Depok menulis surat pembaca di Kompas edisi Minggu (2/1). Dalam suratnya, ia mengaku pernah melihat seorang pria mirip Gayus memakai wig dan kacamata berangkat ke Singapura pada 30 September 2010 menggunakan maskapai AirAsia.
Setelah dilakukan penelusuran rupanya benar. Menurut Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, setelah dilakukan penelusuran, pihak Imigrasi menemukan data ada seorang yang mirip Gayus terbang ke Makau pada 24 September 2010 dengan menggunakan nama Sony Laksono -- nama palsu yang juga dipakainya saat ke Bali.
"Berdasarkan data, memang ada orang yang mirip Gayus tapi namanya Sony Laksono," kata Patrialis di kantornya, Selasa (4/1).
Beberapa hari setelah ke Makau, Gayus yang juga masih memakai nama Sony Laksono itu terbang lagi ke Kuala Lumpur pada 30 September 2010.
Kata Patrialis, Imigrasi mengetahui hal tersebut setalah mencocokan foto Gayus dengan nama di paspor Sony. "Namanya Sony tapi fotonya Gayus," ujarnya.
Ini bukan pertama kalinya Gayus kabur dari tahanan di Kelapa Dua, Depok. Pada 4 November 2010 Gayus yang juga memakai nama Sony Laksono tertangkap kamera sedang menonton pertandingan tenis Commonwealth Bank Tournament of Champhions 2010 di Nusa Dua Bali.
Dari catatan yang ada Gayus pernah meninggalkan tahanan pada Juli (3 hari), Agustus (19 hari), September (19 hari), Oktober (23 hari), dan November (4 hari). Total ia pernah 68 hari keluar dari rutan.
Untuk hobi keluar rutanya ia harus menyuap sebanyak Rp 368 juta untuk kepala rumah tahanan, Komisaris Polisi Iwan Siswanto. Dan Rp 5-6 juta untuk para penjaga tahanan.
2. Gaya Hidup
Sebagai pegawai pajak golongan III A sebagai Penelaah Keberatan Direktorat Jenderal Pajak Gayus mendapat gaji bulanan Rp 12,1 juta per bulan.
Namun dengan gaji sebesar itu ia dan istrinya punya rumah berlantai tiga di Kelapa Gading. Harga rumahnya mencapai Rp 3 miliar. Ia juga memiliki apartemen di Cempaka Mas seharga Rp 280 juta. Selain itu ia juga punya mobil Ford Everest harga lebih dari Rp 300 juta, Honda Jazz terbaru seharga Rp 175 juta, dan Kijang Inova.
Kepada penyidik Gayus pernah mengaku punya pengeluaran per bulan Rp 10 juta. Pengeluaran itu untuk gaji pembantu rumah tangga Rp 1 juta, sopir pribadi Rp 1,5 juta, bensin Rp 1 juta, uang sekolah anak Rp 1 juta, pulsa Rp 500 ribu, telepon Rp 200 ribu, dan keperluan dapur Rp 1 juta.
3. Harta Tersimpan
Pada 15 Juni 2010, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso mengemumkan, polisi menemukan safety box Bank Mandiri milik Gayus senilai Rp 74 miliar. Uang itu terdiri dari uang tunai Rp 60 miliar, dan Rp 14 miliar dalam bentuk logam mulia. Selain itu menurut Kapolri terdapat juga Rp 11 miliar dalam bentuk valuta asing, rekening, dan surat berharga. Sisanya masih ada Rp 14 miliar yang diselidiki polisi.
Menurut Pengacara Gayus, Pia Akbar Nasution uang tersebut berasal dari setoran perusahaan yang selama ini ditangani Gayus.
4. Sogokan
Dalam persidangan Ajun Komisaris Polisi Sri Sumartini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Agustus 2010, Jaksa menanyakan asal muasal duit Rp 28 miliar miliknya yang diblokir Bareskrim pada Juli 2009.
Jawaban Gayus mengejutkan. Uang itu, kata dia, didapat dari beberapa pekerjaan yang diantaranya adalah dari KPC, PT Arutmin, dan Bumi Resorces. Selain itu juga didapatkan juga dari konsultan pajak Roberto Santonius sebesar Rp 925 juta.
Kata Gayus, saat itu dirinya diminta Alif Kuncoro membantu mengeluarkan surat ketetapan pajak KPC tahun 2000,2001, 2002, 2003 dan tahun 2005.
5. Ingkar Janji
Dalam pledoinya dihadapan majelis hakim PN Jakarta Selatan Senin (3/1/2011) yang bertajuk "Indonesia Bersih....Polisi dan Jaksa Risih...Saya Tersisih...", ia mengungkapkan sejumlah hal.
Menurut Gayus banyak orang tak bersalah justru diproses secara hukum. Sementara orang yang seharusnya bertanggungjawan tak diproses. Ia pun menyebut sejumlah nama.
Brigjend Edmond Ilyas, mantan Kepala Direktorat Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Dalam kasus korupsi dan pencucian uang 2009, Gayus diperiksa Edmon.
Saat itu, menurut Gayus, awalnya ia ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan seorang konsultan pajak bernama Roberto Santonius. Namun, belakangan, status Roberto berubah menjadi saksi saja. "Perubahan saksi Roberto Santonius dari tersangka menjadi saksi adalah peran Edmon Ilyas," kata Gayus.
Ia juga menyentil nama Komisaris Besar Pambudi Pamungkas, mantan Kepala Unit Pencucian Uang di Direktorat Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Menurut Gayus, Pambudilah yang memberikan izin melakukan pemeriksaan di luar Bareskrim yakni di hotel Manhattan, Jakarta.
Pambudi lah yang memerintahkan dan mengizinkan penyidik Komisaris M Arafat Ernani dan AKP Sri Sumartini melakukan pemeriksaan tak lazim itu. Gayus mengaku mengucurkan Rp 5 miliar khusus untuk aparat polisi saat itu.
Tak hanya polisi. Ia juga menyentil nama Cirus Sinaga. Jaksa yang tenar karena menjebloskan mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, ini sering disebut Pak Tua. Ia adalah Ketua tim Jaksa Peneliti kasus Gayus 2009 lalu.
Dalam sidang sebelumnya, Gayus pernah menyatakan Cirus merupakan teman baik Haposan, mantan pengacaranya. Otak-atik kasus ini pernah dibicarakan Haposan, Arafat dan Cirus di Hotel Sultan. Konspirasi inilah yang kemudian memunculkan ide penambahan pasal penggelapan dalam berkas Gayus. Pasal ini diperlukan agar kasus Gayus bisa ditangani Cirus.
Selain Cirus, Gayus juga menyinggung nama Fadil Regan, anggota tim jaksa peneliti kasus Gayus. Selain ikut merancang konspirasi di Hotel Sultan, Fadil, kata Gayus, memerintahkan penyidik menambah pasal 372 dalam berkas Gayus. Menurut kesaksian AKP Sri Sumartini, Fadillah yang menelponnya dan kemudian memberikan perintah penambahan pasal itu.
6. Kasus "Jadi-jadian"
Dalam pledoinya Gayus juga menyebut kasus PT Surya Alam Tunggal yang menjeratnya sebagai kasus "jadi-jadian".
Dalam kasus ini, jaksa menilai Gayus terbukti bersalah karena menyalahgunakan wewenangnya sebagai pegawai Direktorat Keberatan dan Banding dengan mengabulkan permohonan keberatan pembayaran pajak PT SAT.
Namun, menurut Gayus, kasus ini adalah kasus "jadi-jadian". Alasannya, kasus ini awalnya merupakan skenario tim independen untuk memidanakan Bambang Heru Ismiarso, mantan atasan Gayus di Ditjen Pajak.
Bukannya Bambang Heru yang ditangkap, malah Humala Napitupulu yang diakui Gayus sebagai sahabatnya diringkus polisi.
7. Barang Bukti Tersembunyi
Masih dalam pledoinya. Gayus mengaku masih ada banyak hal yang tak pernah terungkap dalam sidang. Diantaranya soal barang bukti yang dsembunyikan penyidik dan jaksa. Dua barang bukti penting dalam kasus ini, menurut Gayus adalah sebuah telepon genggam Nokia 5310 miliknya dan buku kecil Haposan Hutagalung.
Dalam dua barang bukti itu, kata Gayus, tersimpan catatan-catatan aliran uang kepada oknum kepolisian dan kejaksaan. "Saya menyerahkan HP Nokia itu kepada tim penyidik, padahal tidak diminta," ujarnya.
Kata Gayus dalam telepon genggam itu tercatat lengkap komunkasi antara dirinya dengan Haposan Hutagalung dan hakim Muhtadi Asnun.
Sedangkan dalam buku kecil Haposan yang pernah diperlihatkan kepada Gayus, ia mengatakan berisi aliran dana kepada para oknum mafia hukum.
Sumber: tempointeraktif.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar