Pernah ke Candi Sukuh?
Begitu memasuki halaman candi, keduanya terkagum-kagum. Tempatnya begitu mistis dan terasa dingin karena terletak di ketinggian 1.182 dpl. Dukuh Berjo, Desa Sukuh, Kecamatan Ngargoyoso, terletak di lereng sebelah barat Gunung Lawu. Melihat bentuk bangunannya sepertinya ini candi Hindu. Ada pemujaan untuk Lingga dan Yoni. Tapi pengerjaannya sangat kasar dan kelihatannya terburu-buru, ya. Ada beberapa relief yang sepertinya belum selesai.
Bintang membuka laptopnya dan mencoba koneksi internet. Meski agak lambat akhirnya menemukan juga website tentang candi Sukuh. Nah, menurut W.F Sutterheim (1930) kenapa bangunan candi tersebut tidak begitu sempurna, yaitu : (1) Para tukang yang membuatnya bukan ahli pahat batu, tetapi tukang kayu dan bukan berasal dari Keraton, (2) Candi tersebut dibuat dengan tergesa-gesa. Ada mitos di masyarakat setempat yang mengatakan nama Sukuh berasal dari kata kesusu ning bakuh (Terburu-buru tetapi kokoh), (3) Kondisi politik jaman dibangunnya candi tersebut tidak memungkinkan dibangunnya candi yang besar dan megah. Seperti yang diketahui bahwa candi ini dibangun sekitar tahun 1437-1456 Masehi, dimana itu masa akhir dari kerajaan Majapahit yang dipenuhi konflik.
Candi ini benar-benar unik. Bentuknya aneh, mirip piramida terpancung layaknya candi-candi Suku Indian Maya (Mexico) atau suku Inca (Peru). “Pertama kali situs ini ditemukan oleh Johnson, seorang Residen Surakarta yang diperintahkan oleh Sir Stamford Raffless yang ditugasi untuk melengkapi data-data buku The History of Java pada tahun 1815. Selanjutnya pada tahun 1842 Van der Vliss melakukan penelitian dan pemugaran dilakukan pada tahun 1928.
Candi Sukuh menghadap ke barat dan mempunyai tiga tingkatan (teras candi). Adapun bagian-bagian tersebut adalah :
1. Teras Pertama. Pada teras pertama terdapat gapura utama candi. Pada gapura tersebut terdapat candrasengkala dalam bahasa jawa yang berbunyi “gapura buta abara wong” yang berarti “gapura raksasa memangsa manusia”. Kata-kata ini memiliki makna 1359 Saka atau tahun 1437 Masehi.
2. Teras Kedua. Gapura dalam teras kedua tidaklah utuh. Ada kemungkinan gapura itu sudah rusak karena termakan usia dan cuaca. Pada wilayah teras kedua ini tidak banyak dijumpai patung-patung, hanya disamping kanan kiri gapura terdapat arca dwarapala (arca penjaga pintu) yang belum selesai dikerjakan. Di gapura ini terdapat candrasengkala “gajah wiku anahut buntut” yang berarti “gajah pendeta menggigit ekor”. Kata-kata ini memiliki makna 1378 Saka atau 1456 Masehi.
3. Teras Ketiga. Dalam teras ketiga berada bangunan utama candi yang berbentuk piramida terpancung. Tepat di atap bangunan utama candi itu terdapat sebuah bujur sangkar yang diduga sebagai tempat sesembahan (masih digunakan sampai sekarang). Pada bagian pelataran teras ini banyak sekali ditemukan relief-relief yang terpisah dari bangunan utama, diantaranya adalah relief-relief yang menggambarkan “kidung sudamala”. Lalu pada bagian kanan terdapat dua buah patung Garuda yang merupakan bagian dari cerita pencarian tirta amerta (air kehidupan) yang terdapat dalam kitab Adiparwa, kitab pertama Mahabharata. Pada bagian ekor sang Garuda terdapat sebuah prasasti. Kemudian sebagai bagian dari kisah pencarian amerta tersebut di bagian ini terdapat pula tiga patung kura-kura yang melambangkan bumi dan penjelmaan Dewa Wisnu. Bentuk kura-kura ini menyerupai meja dan ada kemungkinan memang didesain sebagai tempat menaruh sesajian. Sebuah piramida yang puncaknya terpotong melambangkan Gunung Mandaragiri yang diambil puncaknya untuk mengaduk-aduk lautan mencari tirta amerta.
Banyak yang mengaitkan bentuk-bentuk arca dan relief di candi Sukuh dengan makna kesuburan. Banyak arca dan relief yang menggambarkan sanggama dan erotisme, salah satunya adalah relief di lantai gerbang utama berupa relief linggam dan yoni dalam wujud hampir bertemu dan digambarkan secara vulgar. Kemudian banyak juga arca-arca yang menggambarkan raksasa sedang menggenggam kemaluannya.
Bukan hanya itu saja, Relief lain yang tak kalah pentingnya adalah relief gua garba di mana relief itu menggambarkan proses pembuahan dalam rahim seorang ibu. Pada bagian lain, terdapat juga relief bidadari dalam posisi pasrah, yang berada di puncak bangunan candi utama. Candi-candi semacam ini lazim berada di sebuah daerah yang penduduknya agraris seperti kondisi masyarakat pada jaman tersebut.
Berkembang mitos di candi Sukuh bahwa candi tersebut juga berguna untuk test keperawanan. Menurut cerita, jika seorang gadis yang masih perawan melompati relief berbentuk lingga yoni di lantai dasar gapura utama atau memasuki candi induk yang tangganya sangat sempit, maka selaput daranya akan robek dan berdarah. Namun apabila ia tidak perawan lagi, maka ketika melangkahi batu undak ini, kain yang dipakainya akan robek dan terlepas. Terlepas benar atau tidaknya mitos itu, sumangga, tapi sebaiknya jangan mencoba.
Berdasarkan mitos, Candi Sukuh itu membawa tuah jelek yang lagi pacaran.
Barangsiapa berkunjung ke candi ini hubungan kasih mereka bisa putus lho.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar